Kamis, 20 Juni 2013

[FF] Heart Lonely – /HunHan-KaiLu/–(Part 1 of 2)

JUNI,21 2013.  VIEYRAAMOIMOI, SEHUN,  HUNHAN,  KAI,  KAIDO.



HunHan || KaiLu – FF Yaoi EXO
Tittle : Heart Lonely
Author : VieyRaaMoimoi
Genre : Yaoi, Romance
Rate : T
Length : 2Shoot
Main Cast : Lu Han—Se Hun—Kai—Kyungsoo
Other Support : temukan sendiri (?)
Disclaimer : EXO member’s punya eomma appa-nya, SM agency, dan Tuhannya. Ini fiktif, tidak menyangkut sama sifat asli tokohnya.
© Copyright : natural from my mind, my brain, my imagination
WARNING : BOYS LOVE. Bocah AWAS! Don’t copy for rename of share or choose go to HELL for Long time.
Summary : jiwaku kan selalu bersamamu, meski kau tercipta bukan untukku saat ku yakin hanya kau lah milikku…
Cuap-cuap jenak : kalian tau itu liriknya lagu apaaa… oya, ini hasil dari khayalan waktu aku nyanyi-nyanyi pas mandi (#weh buka RHS)… trus ya, maaf, apa dari kamu sekalian ada yang rindu sama aku (#batinnyahuek) hahaha…
Aku berterima kasih buat partisipasi temen-temen yang ngasih penilaian lewat binderku, lewat emailku, chatku, makasih ya… terimakasih buat yang bilang FF Devil May Care ada kemajuan ngefeelnya… ehehe uhuk…
Baek Hyun my idol, meskipun disini nggak aku sebutin, tapi, kalo nggak ada kamu disini, FFku jadi sueppii kayak hatiku… huweh, lebayne… ssttt…
FF ini adalah FF bertajuk(?) HunHan Couple pertamaku, jdi jgn lupa ngasih apresiasi lagi ya. Semoga kalian suka. Gomawo…gamsahamnida…mumu
#sorry,radagilabelakanganini…

THIS IS TRATARATARAT…

*ÜHeart Lonely PART 1Þ*
AUTHOR POV
Lu Han memberanikan diri melangkahkan tubuhnya menghampiri seseorang yang diam...sebenarnya orang itu terpaku didekat jendela. Tangannya gemetar, terasa basah karena keringat dinginnya, gugup mengutarakan perkataannya pada orang itu.

“Se Hunnie...jadi kau memilih bagaimana?”

Lawan bicaranya itu langsung menoleh, dengan datar menatapnya, “bagaimana apanya Lu Hannie?”

“Err…keputusanmu, kau memilih orang itu atau a..aku?” jemari lentik Lu Han saling memainkan, itulah cara nya untuk sesekali meredam kegugupannya ini.

Se Hun terbelalak meski tetap datar menanggapi kekasihnya ini. “Haruskah ku jawab detik ini?”

“Ne.” tegasnya walau dengan nada lembutnya.

“Kau sanggup mendengarnya Lu Hannie?”

“Sudahlah, katakan saja Se Hunnie…”

Se Hun mengaduh tanpa suara ketika ia berdiri dari bangkunya, “Sanggupkah kau...ck, aku kasihan padamu Lu Hannie”

Lu Han semakin menunduk dalam, “Katakan saja sesuai hatimu...”

“Kau bisa meninggalkanku, lupakan soal apartemen kita ini karena aku memilihnya dan…setelah ini, tidak ada diantara kita yang menempati apartemen ini kecuali…jika aku berubah pikiran…”

Petir ini menyambarnya bersama hujan yang mengguyur lapisannya, sekian lama mentari menerangi perjalanannya dengan namja ini…tepat sudah berlangsung lebih dari setahun. Kini terbayar musnah dengan satu hari ini yang menghancurkannya. Hanya tersisa 1% kemungkinan memanggil mentari agar meneranginya lagi.

TES

Mata yang memanas tak mampu ditahan kelopaknya agar tak menjatuhkan air beningnya. Kedua tangannya meremas rapat kain (sapu tangan pemberian Se Hun hasil rajutannya sendiri) yang ada didalam sakunya. Lalu, helaan nafas terdengar ditelinganya. Membuat pemilik nafas itu menunduk dan...menyeka seluruh air matanya.

“Lu Hannie…jebal, jangan menangis…” Se Hun merangkul tubuh itu, Lu Han sesenggukkan menangis didada bidangnya, “maafkan aku Lu Hannie, kau bisa memilikiku, aku takkan raib darimu meski aku memilihnya…”

Lu Han mempererat pelukannya, “Ikuti saja hatimu Se Hunnie, kau pantas bahagia dengannya…” kemudian ia melepaskan pelukan itu, “…aku pasti sanggup, akhiri saja sampai disini...” meski ia masih tetap mencintai namja ini…

*ÜHeart LonelyÞ*

Sudah lama Lu Han tidak pernah menangis sejak 4 tahun yang lalu. Ditahun itu yang paling menyedihkan, kehilangan orang yang dicintainya yaitu noona-nya. Satu-satunya darah daging yang masih hidup setelah kedua orang tuanya meninggal saat membawanya pulang dari rumah sakit ketika ia masih bayi.

Lalu kenapa sekarang…?

“Sudahlah Lu Han, ini jalanmu, itu jalannya, dan kau sudah memilih Lu Han...” ungkapnya pada angin yang menggebu-gebu didekatnya.

Ia menghela nafas cukup panjang, sekumpulan kabut keluar dari hidung dan mulutnya. Cuaca yang ditapakinya kini dinginnya tidak main-main. Selanjutnya ia kembali melanjutkan langkah. Sebetulnya ia tidak boleh ke tempat ini. bukan karena ada yang melarang tapi sebuah kenangan yang terjadi pada dirinya. Kenangan saat pertama kali ia bertemu dengan manusia tertampan yang bernama Oh Se Hun.

“Sepertinya kau kedinginan, pakai ini.”

Ia seketika terkejut melihat namja tampan tiba-tiba muncul disebelahnya apalagi disaat…ia mengenang tempat bersejarah ini. namja itu memberikan dua buah kompres (lebih miripnya kantung yang membuat suhu tubuh dibalik jaket lebih hangat).

“Ambillah, kajja jangan dilihat saja.” ulangnya lagi, kali ini nadanya lebih lembut dari sebelumnya.

Bukan Lu Han namanya jika tidak menghargai apa yang diberikan seseorang padanya, apalagi ini tulus. Ragu ia mengambil kompres ditangan namja itu. perlahan ia redamkan keraguannya dan berhasil menerimanya.

“G… gamsahamnida.”

“Kai… Kim Jong In – imnida.”

“Aku…Lu Han. Senang bertemu denganmu Kai-shii…”

Namja tampan menyungging senyum, “Nado…namamu seimut wajahmu ya. Sedang apa kau ketempat ini Lu Han-shii?”

Lu Han mengalihkan pandangannya, lalu menunduk, “Aku… hanya sekedar lewat.”

Kai tertawa kecil, “Bohong, kau pasti mengenang tempat ini kan? Benar kan, karena aku sering melihatmu ada ditempat ini bersama…kekasihmu itu.”

Hening

“Ah, tidak perlu kau jawab. Maaf jika perkataanku yang tadi membuatmu semakin gusar.” Kemudian tanpa diketahui oleh mata namja imut didekatnya, Kai perlahan tapi cepat menghilang dari tempat itu.

Lu Han masih menunduk, sedetik kemudian ia menoleh ke arah Kai… ”dia sudah pergi…” hembusan nafas pendek sebagai tanda bahwa Lu Han merasa kesepian lagi

“Jangan lupa warnai harimu dengan senyum manismu itu…”

Lu Han mendengar jelas bisikan yang menggema telinganya barusan itu. Ditatapnya sekeliling trotoar depan sekolah anak TK yang gelap, tapi tidak ditemukan orang dipandangannya itu.

*ÜHeart LonelyÞ*

Lu Han menutup pintu rumah itu dengan malasnya. Perasaannya masih tertinggal di apartementnya dengan Se Hun dan keterpakuannya masih melekat setelah pertemuannya dengan Kai.

“Tidak menginap di apartement kalian?” tanya seorang namja cantik yang memiliki postur tubuh seperti Lu Han.

“Tidak lagi untuk sekarang Baek Hyun-ya…”

“Waeyo? Kalian bertengkar?” tanya Baek  Hyun lagi.

Lu Han memang masih sedih tentang kejadiannya yang diapartement. Tapi, apakah kesedihannya itu patut mengharuskan dirinya egois mengacuhkan pertanyaan teman baiknya itu. rasanya sungkan bagi Lu Han jika menyembunyikan apapun dari namja itu.

Sejak kematian noona-nya, Lu Han tidak tinggal dengan sanak saudaranya melainkan dengan Baek Hyun. Karena Baek Hyunlah yang memaksanya tinggal bersama. Padahal Baek Hyun sendiri sudah punya rumah sedangkan rumah Lu Han sudah dijual untuk melunasi hutang keluarga. Kebaikan namja itu didedikasikan lewat membeli rumah yang cukup luas dan megah ini untuk ditempatinya. Bukan alasan kasihan, hanya saja sebagai teman yang memiliki penghasilan sangat tinggi, apakah tega melihat temannya yang sebatang kara? Tidak pastinya.

Ia harus tegar, tegar dan tegar walau pun dengan terpaksa berat menjawabnya.

“Aku dan Se Hun sudah mengakhiri ikatan ini…”

Tersadar akan pertanyaan yang memperburuk suasana lawan bicaranya, Baek Hyun beranjak dari duduknya, menghampiri Lu Han dan mengusap-usap pundaknya. “Lu.. Lu Han-ah, maafkan aku atas pertanyaan itu. aku janji akan lebih menjaga mulutku agar tidak menyakitimu lagi...”

Ada setetes air mata yang mengalir di pipinya, ia segera mengusapnya dan merespon Baek Hyun dengan senyuman (berusaha manis), “Gwenchana, aku tegar, aku pasti bisa bertahan tanpanya...”

*ÜHeart LonelyÞ*

Seminggu sudah Lu Han menyendiri, kebetulan saat itu juga ia tidak ada jadwal kuliah. Masih dengan hal yang sama yang dipertanyakannya sejak 7 hari yang lalu.

Kenapa Se Hun memilih namja itu?

Padahal setahun lebih tidak ada perselisihan diantara mereka. Akur, tentram, selalu romantic tapi... ternyata semua itu tidak menjanjikan kelanggengan yang diharapkannya.

Tok…tok…tok…

“Selamat pagi... ada orang di rumah?”

Lu Han langsung beranjak begitu ada orang yang bertamu didepan rumahnya. Ia keluar dari kamarnya yang tidak tertutup pintunya.

“Lu Han-ya, tolong bukakan ya... aku sedang sibuk.” Teriak Baek Hyun dari ruang makan.

“Baik...”

Tangannya sedang membuka pintu itu sambil mengatakan, “tunggu sebentar ya__”

Suaranya mendadak tertahan begitu tangannya sudah menyambut pintu dan memunculkan sosok jangkung yang disangkanya adalah orang asing.

“Maaf jika mengganggu, apakah Byun Baek Hyun ada di dalam?”

Kaku… masih meninggalkan secuil hatinya yang sakit karenanya.

“A… ada. Silahkan masuk dulu.”

“Terima kasih Lu Han.”

“Langsung saja masuk, anggap rumah sendiri. Baek Hyun ada di ruang makan sepertinya menunggumu Se Hun…”

Sosok itu adalah Se Hun yang kini tersenyum, “Geure, sekali lagi terima kasih.”

Lu Han mengikuti (sebetulnya berniat mengantar) Se Hun ke ruang makan. Tapi langkahnya berhenti saat Se Hun sudah melangkah lebih cepat dengan senyuman yang  semakin merekah pada namja cantik itu, kemudian mengeluarkan sekotak kado kecil dibalik jaketnya dan memberikan pada namja itu.

“Se Hun-ah terima kasih menyempatkan waktu kesini.”

“Ne, mana mungkin aku mengingkari janjiku.”

“Ini apa?”

“Buka saja!  mungkin saja itu seratus anak cicak.” Se Hun tertawa kecil

Baek Hyun terkejut hebat, bahkan hampir melempar kotak kado itu. “Ck, mengerikan sekali. Kau mau aku mati ketakutan didepanmu ha?”

Se Hun mencubit gemas pipi Baek Hyun, “Tidak, aku hanya bercanda Baek Hyun-chagi...”

Baek Hyun-chagi…?

Lu Han menunduk, mendengarnya sangat tak percaya. Lu Han tau banyak soal pergaulan Se Hun dan Baek Hyun seperti apa. Baek Hyun mengenal Se Hun lewat ceritanya, tidak pernah kenal se… akrab ini. lalu Se Hun tidak pernah mengenal Baek Hyun sama sekali. Saat Lu Han memutar bola matanya lurus ke arah dua namja itu...

Lu Han langsung berbalik, menyandarkan tubuhnya dengan kasar tanpa hentakan ke dinding. Apa yang membuatnya reflek membalikkan badannya? Lu Han menangkap adegan yang menusuk hatinya.

Adegan Se Hun melumat lembut bibir Baek Hyun

Apa alasan yang mendasari Se Hun melakukannya dengan Baek Hyun… apalagi ada dirinya dirumah ini...! apa Se Hun melupakan keberadaannya yang sudah membukakan pintu untuknya tadi!

*ÜHeart LonelyÞ*

Setelah keluar dari tempat yang membuat dirinya sakit hati. Lu Han mencari udara segar diluar sana. Kakinya melangkah sesukanya, angin yang menuntunnya hingga ia sampai pada trotoar depat Taman Kanak-kanak itu.

Lu Han merekah senyum, menghampiri sekolah yang tidak berpagar itu. Membuat Lu Han leluasa melihat anak-anak yang bermain dipekarangan sekolah itu.

Kemudian seorang anak perempuan menghampirinya, “Hyung… Hyung… mau bermain dengan kami?”

Lu Han tersenyum, mengangguk antusias “Boleh juga. Kajja…”

Lu Han bermain dengan anak-anak itu, memainkan memasukkan bola tercepat, petak umpat, dan beberapa permainan membangun istana pasir. Anak-anak itu menikmatinya, tersenyum lebar bersama dirinya.

“Ayoo adik-adik, kita pestaaaa…” teriak suara namja.

“Wah, Kai Hyung sudah datang, ayo teman-teman kita kesana...” ajak anak perempuan yang tadi mengajak Lu Han bermain.

Apa Kai?

Seketika itu anak-anak menghentikan permainannya masing-masing, berhamburan menyerbu namja yang membawa banyak kotak berisi makanan. Sementara Lu Han masih memperbaiki istana pasir milik laki-laki cilik yang tadi dirusaknya.

Tiba-tiba ada yang menarik-narik kerah pakaiannya, “Hyung… hyung… ayo hyung kesana… kita makan bersama…”

Lu Han tersenyum tipis, “Ne adik, nanti hyung menyusul.”

“Awas ya jika hyung kabur…”

Lu Han terkekeh, “Tidak akan, ganteng…”

Lu Han kembali sibuk dengan pasirnya, membuat istana pasir yang semirip mungkin sebelum yang aslinya sudah dirusaknya tanpa sadar.

Greb

“Ini bagianmu, makanlah Lu Han-shii… “

suara berat itu membuatnya berpaling dari istana pasirnya. Ia melihat sosok  namja dewasa itu memegang bahu kirinya dan memberinya sekotak makanan.

“ah, terima kasih... “

Kai duduk dipinggir Lu Han yang sedang kesulitan membuka kotak itu. “Membuka saja tidak bisa, sini ku bantu.” Kai tertawa kecil lalu membuka perekat kotak itu, “Ini.”

Lu Han tertawa hambar, “aku menyusahkan sekali ya.”

“Tidak juga, kau begini kan karena sakit hatimu bangkit lagi.”

Deg

Lu Han tersentak, hampir membuat kotak makanan ditangannya jatuh. Ia mengalihkan pandangan dan menunduk. “Kai... kenapa kau selalu tau apa yang sedang kurasakan… apa kau mengamatiku?”

Kai mengusap puncak kepala Lu Han, “Ternyata kau suka anak-anak juga.”

“Kai… jebal, jangan mengalihkan pembicaraan.”

Kai menggumam, “Lanjutkan makanmu, aku serius mengatakannya. Kalau sudah habis baru bicara lagi.”

Lu Han menurut, kalimatnya Kai itu ada benarnya. Ia menghabiskan makanan itu. cukup lama mungkin terhitung 5 menit. Lu Han menoleh kearah kirinya.

Kai sudah pergi…

Bahkan ia tidak merasakan sama sekali bahwa tubuh Kai beranjak meninggalkannya. Lu Han semakin kebingungan, sempat menganggap apakah Kai itu manusia atau makhluk halus...

*ÜHeart LonelyÞ*

Baek Hyun menatap Se Hun yang tampaknya mulai bosan bermain dirumahnya. Sedikit heran akan perubahan drastic sikap Se Hun, terlebih ketika Lu Han sudah 4 jam tidak pulang. Apakah Se Hun masih merindukan mantan kekasihnya.

“Se Hun-ah…” lirihnya dengan lembut,

Se Hun tidak menoleh padanya. Matanya menggambarkan kekosongan yang gelap. Padahal disebelahnya sudah ada namja yang memberinya cahaya.

“Kau ada masalah? Ceritakanlah padaku Se Hun.” Tanya Baek  Hyun sembari memeluk Se Hun dari samping sofanya.

Se Hun melingkarkan tangan dipinggang Baek Hyun, “Mian, apa kau merasa bosan dan ingin ku ajak jalan-jalan?” Se Hun malah balik tanya.

“Tidak Se Hun, aku hanya mengkhawatirkanmu. Mata mu tadi menatapku kosong.”

“Mianhae, jinjja? Padahal aku melamunkanmu…”

Baek Hyun kurang percaya dengan jawabannya, ia melepaskan pelukannya kemudian berdiri. Ia sedikit menunduk agar melihat jelas mata kekasihnya, tangannya memegang kedua rahang Se Hun, “Masih memikirkan Lu Han?”

Glek

Se Hun membelalak spontan, “Kau tau apa yang baru saja kau ucapkan...” tanya Se Hun datar.

“Jelas aku tau, aku asal tebak saja karena pikiran ini sudah muncul sejak satu jam Lu Han pergi. Ku pikir melihatnya tak kunjung pulang, kau mengkhawatirkannya dan sedikit tidak rela ditinggalnya. Padahal... kau dan dia sudah berpisah.”

“Aku sudah rela ditinggalnya, faktanya aku lebih memilihmu dan berpisah dengannya. Jangan kau ulangi lagi Baek Hyun-ah.”

Baek Hyun tersenyum, “Benar kau memilihku tapi setengah hatimu masih menyimpan sosok Lu Han yang selalu kau khawatirkan, kau kasihi. Seperti yang kau bilang, aku cukup hebat dalam hal  memanjakanmu yang tidak kau rasakan dari Lu Han apalagi kau dan dia beda Negara. Tapi selebihnya, ku rasa cintamu masih ada untuk Lu Han.”

Se Hun mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Penuturan dari Baek Hyun cukup telak ditelinganya itu.

“Aku mencintaimu, bahagia bersamamu karena lebih memilihmu. Aku sudah melupakan Lu Han seutuhnya. Kau mengerti!”

Baek Hyun tersenyum. Selanjutnya Se Hun mendorong namja cantik itu hingga terhempas ke arahnya dengan kasar. Menarik rambut namja itu agar mendongak dan melumatnya dengan cukup kasar.

*ÜHeart LonelyÞ*

Kebingungan

Penasaran

Pikir Lu Han, sebenarnya apa maksud Kai selama ini. sikapnya yang tertutup, mengetahui apa yang dirasakannya, terakhir. Pergi secara diam-diam. Sebenarnya Kai itu apa.

“Kakak… kakak… kakak tidak pulang?”

Datanglah suara yeoja kecil yang membuyarkan umpatannya. “Sebentar lagi kakak akan pulang. Adik duluan saja ya…”

“Tidak mau, kalau kakak pulang, adik juga pulang…”

“Tapi kakak sedang…”

Yeoja kecil itu menggandeng paksa tangan lembut Lu Han, “Ayo kak, kakak juga harus pulang.”

Lu Han menuruti yeoja kecil itu menggandengnya kemana saja. Daripada Lu Han tega membuat nangis anak orang. Lebih baik ia merelakan kekalutannya akan Kai.

“Kakak, lihatlah. Kakak tampan itu mencari kakak dari tadi.” Sembari menunjuk pada namja yang tengah duduk di dekat batang pohon yang daunnya gugur.

“Ah, adik katanya minta pulang. Kenapa membawaku kesini?”

“Hampirilah kakak tampan itu. ku mohon... ne?”

Antara tidak mengenalnya dan pernah bertemu, antara orang baru atau lama, antara sosok Kai atau… Se Hun. Lu Han menyimpan segala kemungkinannya itu.dengan langkah yang sungkan, sedikit takut, campur aduk sudah Lu Han mendekatinya begitu jarak kakinya hanya setengah meter dari namja itu.

Greb

Belum siap apa-apa, hampir saja ia terhempas kebelakang. Namja itu memeluknya secara tiba-tiba. Sudah pasti Lu Han terkejut.

“Maaf, selama ini tingkahku mencurigakan dimatamu Lu Han… maaf, aku selalu tertutup dihadapanmu… maaf, aku selalu pergi begitu saja… maaf... “

Lu Han mengerjap-erjapkan matanya, “Kai…”

Deru nafas yang menahan dingin cuaca itu sampai terdengar ditelinganya, pasti Lu Han juga mendengarnya tapi sebenarnya, Kai tau arti lain deru nafasnya yang ini, “Tolong maafkan aku Lu Han… maafkan aku sebelum aku kembali pergi… jeball.”

Lu Han mempererat pelukannya, “Kai... memangnya kau mau kemana lagi Kai?”

“Lu Han jeball, jangan mengalihkan topiknya. Mianhae jeball…”

Lu Han menjajarkan wajahnya, tangannya masih memeluk punggung Kai, “Kai… bicara apa kau ini. kau tidak melakukan kesalahan padaku, kenapa harus minta maaf. Haruskah kau kembali pergi, padahal…aku sudah nyaman berada didekatmu.”

Kai melepaskan pelukannya, menatap serius namja itu. “Lu Han jeball. Jangan mengalihkan topiknya. Cepat maafkan aku sebelum aku kembali pergi.” Ulang Kai lagi. Sekujur tubuhnya mulai terasa lebih ringan.

“Kai apa maksudmu? Kau memaksaku? Kau mau kemana lagi Kai?”

“Lu Han, ku mohon maafkan aku… “

BRUK

“Kai… Kai… sadarlah Kai… kau kenapa hey… Kai apa kau pingsan… Kai…”

*ÜHeart LonelyÞ*

Lu Han yang dibantu oleh beberapa guru disekolah TK itu berhasil membawa Kai terbaring di salah satu rumah sakit yang tak jauh dari sini. Lu Han masih setia duduk disebelah ranjang Kai, menggenggam hangat tangan Kai yang dingin.

Apa yang dia maksudkan beberapa saat yang lalu…? Memaksa, sebetulnya memohon untuk dimaafkan hingga akhirnya dia ambruk dihadapannya… sebetulnya disini tidak ada yang salah bagi Lu Han. Semua ini sudah diatur Tuhan, baginya tidak yang patut disalahkan lagi.

Cklek

Tap Tap Tap

Lu Han langsung beranjak ketika muncul namja manis bertubuh mungil berdiri dihadapannya.

“H… Halo. Maaf, apa aku mengganggu waktumu?”

Lu Han menyungging senyum, “Tidak masalah. Boleh aku tau kau siapa-nya Kai?”

“Ah gomawo, perkenalkan aku Do Kyungsoo-imnida, kekasihnya Kai.”

Glek___’kekasihnya Kai’

“Aku Lu Han, temannya Kai.”

“Oh Lu Han, cantik juga seperti yang Kai ceritakan selama ini.”

Lu Han tertawa (hambar) kecil, “Ku anggap itu pujian Kyungsoo-shii. Kalau begitu, silahkan bicara empat mata.” Atas keinginanya sendiri, Lu Han melangkah meninggalkan dua namja itu.

“E, Lu Han-shii. Sebenarnya kau boleh tetap disini.”

Lu Han berhenti dan berbalik, “Tidak perlu Kyungsoo-shii, sama saja mengganggu. Lagi pula kalian kan sepasang sekali. Tidak wajar jika aku ditengah-tengah kalian.”

Kyungsoo terkekeh lirih sambil manggut-manggut, “Ne geure. Gamsahamnida Lu Han-shii…”

Lu Han membalas senyum, ‘beruntung dia memilikimu Kai… sayangnya aku tidak bisa menggapaimu...’

*ÜHeart LonelyÞ*

Kai membuka matanya, ruangan beratap putih menyambut bersama bau obat-obatan masuk ke hidungnya.

“Kai, kau sudah sadar? Apa yang kau rasakan Kai?”

Suara itu memancing matanya untuk menoleh ke sumbernya. Seorang namja manis bertubuh mungil tengah mencemaskannya.

“Masih sedikit sakit. Kemana Lu Han…?” sambil mengangkat badannya untuk bangkit

“Eh Kai hati-hati.” Namja itu menghentikan pergerakannya. “Jangan bangkit dulu. Kondisimu masih labil.”

“Kyungsoo-ah, kemana Lu Han?”

Kyungsoo tidak menjawab

“Kemana Lu Han? Kau mengusirnya ha?”

“Itu tidak benar Kai. Dia sudah pulang duluan.” Kyungsoo menundukkan pandangannya.

“Apa katamu bisa kupercaya? Kau ingin berdua denganku bukan?”

“Tidak Kai, aku tidak begitu. Lagi pula aku mengetahui betul perasaanmu pada namja itu seperti apa. tidak mungkin aku tega mengusirnya Kai. Percayalah padaku Kai. Aku mengatakan yang sebenarnya.”

Lu Han kembali ke rumah sakit itu setelah menerima teleponnya. Ketika ia tidak sengaja menguping perdebatan Kai dan Kyungsoo didalam kamar. Ia menghempaskan diri ke dinding, “Aku memang salah, harusnya aku tidak menyukainya setelah perpisahan ini… semoga mereka tidak putus karenaku tuhan…”

….“Tidak Kai, aku tidak begitu. Lagi pula aku mengetahui betul perasaanmu pada namja itu seperti apa. tidak mungkin aku tega mengusirnya Kai. Percayalah padaku Kai. Aku mengatakan yang sebenarnya.”

“Do Kyungsoo, aku memang menyanyangimu. Tapi jawabanmu itu sepertinya ada keganjilan. Mungkin benar kau tidak mengusirnya, namun setelah dia pergi. Kau bahagia karena itu kan?”

Kyungsoo menghela nafas dalam-dalam. Ia terdiam.

“Sekarang apa? kau mau menyembunyikannya dariku Kyungsoo-ah? Adakah perasaanmu yang takut tersingkirkan oleh Lu Han?”

“Kai…” katanya setengah membentak. “sebenarnya apa kau masih mencintaiku? Sikap percayamu meluntur drastic Kai…” Kyungsoo mengalirkan air matanya.

Greb

Kai memegang lengan Kyungsoo dengan kedua tangannya. “Dengar penuturanku dengan jelas Kyungsoo-ah…”

“Tidak ada yang dijelaskan Kai.”

Kai membungkam mulut namja manis itu dengan telunjuknya, “sstt…” Kai menurunkan telunjuknya, kembali memegang lengan Kyungsoo. “Sampai saat ini aku masih dan masih mencintaimu…” Kai memberi jeda, “…mencintaimu bukan sebagai namja, aku mencintaimu sebagai hyungku Kyungsoo-ah.”

Ketika Kai mengatakan mencintainya, ia mulai tersenyum lega. Ketika penjedaan dilanjutkan lagi, mengatakan mencintainya bukan sebagai namja. Rasanya hati Kyungsoo teriris kesekian kalinya. Pikirnya percuma saja jika melanjutkan pernyataan yang menyiksa batinnya.
Kyungsoo berusaha tersenyum tulus, mengusap-usap kepala Kai. “Aku mengerti… aku juga tetap mencintaimu sebagai namja, bukan sebagai adikku Jong In-ah…ku yakin Lu Han akan tau alasanmu segera mungkin.”

“Eh, apa?”

Kyungsoo langsung berdiri. Namja manis itu meninggalkannya dengan makna yang menggantung. Termasuk dengan snack dan buah yang ditinggalnya dimeja untuk Kai.

Lu Han duduk dibangku yang lumayan jauh dari kamar Kai. Ia melihat Kyungsoo keluar dari kamar Kai dengan gontai sambil menghapus air matanya meski posisi namja itu membelakangi duduknya. Apa benar-benar putus__pikir Lu Han dalam hati.

Setelah Kyungsoo sudah tak terlihat lagi. Lu Han melangkah ke kamar Kai. Tiba-tiba ia melihat namja jangkung berlari ke arahnya dengan paniknya. Namja itu berhenti didepannya dengan nafas terengah-engah dan penuh cucuran keringat. Terakhir ia menarik nafas panjang,

“Lu Han… mana yang sakit? Harusnya kau ada di kamar bukan?” namja itu menggenggam kedua bahunya, kemudian memegang kedua pipi Lu Han.

Lu Han menepis pelan, “Se Hun, kau ini kenapa?”

“Aku mencemaskanmu, kau baik-baik saja? kata Baek Hyun kau ada dirumah sakit ini, makanya aku buru-buru menghampir_”
“Kau  bisa lihat sendiri kan aku tidak apa-apa. aku disini karena yang sakit itu Kai, aku mengkhawatirkan keselamatannya.”

Deg

“K…Kai. Dia siapa?”

“Dia teman dekatku, dia yang menghibur hatiku yang kesepian sejak seminggu yang lalu.”

Se Hun spontan bergerak mundur, “Kai, apakah dia namja yang menjadi kekasihmu?”

Lu Han tersenyum tipis bermakna, “Bukan, aku masih belum membuka hati. Bagaimana denganmu, kau pasti sudah mendapat yang kau ingin, benarkan?” tapi kenapa harus bersama Baek Hyun__jerit hati Lu Han

Se Hun tidak bisa berkata lagi. Lu Han sudah sukses membuatnya mati kutu. Sementara Lu Han masih menunggu mulutnya mengeluarkan kata-kata.

“Lu Han,” Se Hun nampak ragu.

“Ne, katakan saja.”

“Begini, err… sebenarnya ‘namja itu’ bukanlah Kyungsoo yang selama ini ku cerirakan. Entah kau masih ingat atau sudah melupakannya_”

“Bahkan dia adalah kekasihnya Kai.” Potong Lu Han.

“Penjelasanku belum selesai! Entah kau masih ingat atau sudah melupakannya. Tapi ‘namja itu’ adalah Baek Hyun karena kalian sudah tinggal serumah dan akur sejak dulu. Makanya aku membohongi identitasnya.”

Pas! Sudah diduga oleh gendang telinganya sebelumnya. “Sepertinya sudah siang, aku harus mencarikan makan siang untuk Kai.”

Ketika Lu Han dengan santainya melewati tubuh Se Hun, Lu Han terpeleset. Dan detik itu tangan Se Hun melingkar diperutnya agar tidak terjatuh ke lantai.

Deg

Sensasi, benar-benar sensasi yang tengah dirasakan Se Hun maupun Lu Han. Kemudian Se Hun mengembalikan kefokusannya, ia melihat ke lantai. Ternyata…

“Tali sepatumu lepas.” Ujarnya dingin, langsung berlutut dan mengikatkan tali sepatu namja itu.

Lu Han terpaku, perasaannya berubah gemuruh. Setelah Se Hun sudah selesai dengan bantuannya, “Jangan menolongku lagi seperti ini. nanti ‘namja itu’ yang melihatnya akan salah sangka.” Lu Han berbalik masuk ke kamar Kai.

*ÜHeart LonelyÞ*

Cklek

“Wae? Kau menangis?” sambut Kai bertanya begitu melihat Lu Han menutup pintu itu dengan gontainya.
Lu Han langsung menghapus kasar air matanya sambil berjalan menuju kursi disamping Kai, “Tidak… ini hanya efek kemasukan hewan kecil.”

“Kalau kemasukan hewan, harusnya mata mu merah.”

“Oh iya, ini karena sudah ku cuci sebelumnya.” Lu Han tersenyum kaku untuk menutupi fakta kebohongannya.

Kai menarik nafasnya, “Lu Han, aku tau kau mengarangnya. Kau habis didatangi Se Hun, jinjja?”

Lu Han terdiam dan mematung.

“Kau diam berarti jawabannya iya.” Dengan mudahnya Kai menarik kerah pakaian Lu han, membuat namja yang mematung itu dekat dengan wajahnya, selanjutnya Kai menciumnya. Memberinya ciuman hangat dengan melumat lembut bibir namja itu agar terasa tidak sulit mengimbangi ciumannya.

Disebuah sudut kaca kamar yang tidak terhalangi oleh tirai, sebuah sepasang mata merasakan sesak teramat karena pemandangan dua namja itu. siapa lagi jika bukan Se Hun yang merasakan perasaan ini. baru saja ia mencemaskan namja itu, kini namja itu membalas dengan membuat sesak dadanya. Tidakkah itu kejam?

Se Hun hampir saja ketahuan mengintai dua namja itu ketika namja yang terbaring di tempat tidur itu sedang meliriknya. Lirikan itu tidak biasa diartikan Se Hun, ia tau apa arti tatapan itu. hanya penegasan kembali bahwa namja yang bersama Kai itu bukan miliknya lagi, bukan milik Se Hun lagi.

Secara otomatis saja, tatapan itu memberi sinyal untuk menyuruhnya pergi dari hadapan mereka. Se Hun dengan wajahnya yang datar sudah saatnya pergi dari tempat yang seharusnya tidak perlu ia datangi.

*ÜHeart LonelyÞ*

“Se Hunnie, kau dari mana saja? tidakkah kau rasakan batinku mencemaskanmu.” Ungkap Baek Hyun saat Se Hun baru saja masuk (bertamu lagi) dirumah Baek Hyun.

Se Hun hanya menggumam, tidak menggubris Baek Hyun. Melanjutkan langkahnya untuk menghempaskan di sofa ruang tamu dengan letihnya. Membuat Baek Hyun ikut duduk disampingnya.

“Kau sakit?”

Se Hun tidak menjawabnya, hanya menoleh pada Baek Hyun bersama dengan wajah datarnya. Ia melepas jaketnya dan menutupi wajahnya sendiri dengan jaket itu.

“Se Hun!” Baek Hyun mengambil jaket itu dan melemparnya ke sampingnya.

“Kenapa?” tanya Se Hun dingin, memberi tatapan malas pada namja itu. ia membenahi posisinya sebentar dan kakinya agar lurus lalu menutup matanya seakan hendak tidur.

Baek Hyun mendesis, menahan kekesalannya sebisanya, “Masih karena Lu Han kan?”

“Apanya?”

“Apa apa yang apanya, sebenarnya otakmu itu kemana ha?”

Se Hun menoleh ke arahnya, mengerutkan alisnya. “Otakku masih di-si-ni.” Sambil menunjuk pelipisnya.

Baek Hyun memegang bahunya, “Siapa yang tidak tahu, maksudku pikiranmu. Tertinggal karena Lu Han kan?”

Se Hun menepis tangan Baek Hyun, “Aisshhh… tenanglah sedikit, ini bukan waktu yang tepat untuk berkicau.” Se Hun beranjak, mengambil jaket yang sudah dilempar Baek Hyun tadi, lalu kembali duduk.

“APA? kau menganggap ocehanku ini seperti kicauan burung?”

“Iya, karena kau tidak memahami situasiku seperti Lu….”

Baek Hyun melotot tajam ke Se Hun, “Seperti Lu apa?”

Se Hun mendesis, “Ck, minggir sana.” Se Hun mendorong pelan lengan Baek Hyun agar namja itu sedikit menyingkirkan badannya agar dudukannya lebih leluasa, kemudian ia menaikkan kakinya ke sofa seperti sedang tidur di kasur.

 Baek Hyun berdiri, menatap namja didepannya dengan geram.

“Apa? jangan mencuri pose orang tidur.”

“Se Hun! Kenapa kau berubah dingin padaku? Sejak kapan kau mulai berpaling padanya? Sejak kapan pula kau berpaling dariku? Kemana Se Hun yang biasanya diam-diam minta dimanjakan olehku? Apa kau merindukannya lagi? Atau bahkan kau kembali mencintainya sejak sejam yang lalu?”

“Mworago? Bisa kau ulangi lagi?”

“Pikir sendiri, tidak ada siaran ulang!”

“Oow. Itukah yang kau mau? Ja…uh lebih bagus.” Seketika itu Se Hun berdiri dan menyergap cepat tubuh Baek Hyun agar terhempas di sofa yang ia tiduri tadi. Dengan posisi Baek Hyun yang dibawah Se Hun, ia mencengkram kuat bahu kanan Baek Hyun dan memegangi leher namja itu. “Ya benar, aku kembali mencintainya… aku dingin karena moodku padanya, aku berpaling sejak tadi, aku berpaling darimu sejak sekarang, Se Hun yang manja sekarang mengilang! Aku sangat merindukannya lagi…” setetes air mata itu jatuh mengenai pipi Baek Hyun.

Seorang Se Hun bisa menangis bukan karenanya…

Baek Hyun diam, tidak sekilas pun ia merasakan sakit karena Se Hun hampir mencekik lehernya, malah ia merasakan sakit yang menusuk didalam batinnya.

“Aku merindukannya… aku mencintainya lagi… hampir mati aku melihatnya bersama namja lain, dikamar…apalagi bibirnya diciumnya dengan lembut…aku marah, aku gila, aku bodoh, aku mencintainyaaa…”

Sret

Se Hun mencengkram kerah pakaian Baek Hyun dan menariknya agar namja itu terduduk. Ia menatap serius manic mata Baek Hyun.

“Bisa baca mataku kan? Ternyata aku masih mencintainya…”

“Kau tidak malu dikatakan menjilat ludahmu sendiri dengan pilihanmu yang memilihku?”

“Dulu tidak, tapi sekarang iya.”

“Meski perkataanmu yang mengatakan mencintaiku sejak pandangan pertama?”

“Aku tidak peduli, aku masih mencintainya…”

“Kau tidak sadar mengakuinya dihadapanku?”

Se Hun memeluknya, “Maafkan aku…aku tidak bisa berbohong lagi…”

Sudah kecewa tapi dipeluk oleh orang yang mengecewakannya. Kemudian Baek Hyun mengulurkan tangannya dan memeluk punggung Se Hun, berusaha sedikit menghibur namja itu, “Baiklah, aku senang lebih baik jujur seperti ini…”

*ÜHeart LonelyÞ*

Lu Han baru saja berpamitan padanya untuk pulang. Saat ia menanyakan kenapa tidak menemaninya sampai Kyungsoo datang, Lu Han hanya menjawabnya dengan “Maaf, aku lelah. Aku butuh waktu untuk sendiri.” dan kalimat itu jelas membuatnya terus-terusan melamunkan…

Ia takut mati, takut jika waktu suatu nanti akan mengkhianatinya. Bukan jika lagi tapi pasti. Ia membayangkan sosok Lu Han yang rapuh, butuh kehadirannya disisinya, bagaimana jika tiba waktu dirinya meninggalkan Lu Han.

Ia tidak mampu. Menjerit untuk jangan meninggalkan Lu Han lagi untuk kesekian kalinya sepertinya sia-sia. Waktu yang mendengarnya pun pasti takkan mengabulkan jeritannya. Ia menghela nafas, harus berbuat apa lagi agar Lu Han ia bis amenyembuhkan luka dihati namja itu yang sudah disakiti oleh namja bernama Se Hun itu.

“Masih memikirkan Lu Han?” ujar lirih Kyungsoo menghampirinya.

Kai menggumam

“Datangi saja dirinya, mungkin dia membutuhkan orang sepertimu disisinya.”

Kai membulatkan matanya, “Kau tidak sedang sakit kan?”

“Tidak, memang ada yang salah dengan kata-kataku?” Kyungsoo melipat tangannya didada.

“Tidak, hanya saja seperti bukan dirimu.”

Kyungsoo menghela nafas kecil, “Apa aku salah jika Kyungsoo yang sekarang sudah merelakanmu dengan si Lu Han itu?”

Kai berdiri, kemudian melepas paksa jarum infuse yang ada ditangannya itu. sontak membuat kaget Kyungsoo yang menyaksikannya. “Kenapa kaget seperti itu?”

Kyungsoo masih terkejut, betapa kuatnya Kai melepas jarum itu tanpa sakit sama sekali, “Ani…tidak ada apa-apa. perlu ku antar?” Kai menganggukkan ajakannya. Ia membukakan pintu kamar itu. suster yang ada di lobby rumah sakit itu langsung melongos ketika melihat tangan Kai yang sedikit berlubang yang kebetulan tangan Kai saat itu tengah menggaruk kepalanya.

*ÜHeart LonelyÞ*

Dunia ini seperti sedang mengangkat tubuhnya menuju angin. Langkahnya semakin ringan ketika hampir melewati pagar rumahnya. Ia melihat rumah beserta pekarangannya seakan menjadi 3 bayangan.

Ia memegangi keningnya, memijat sedikit. Melihat kembali pandangannya yang kabur, cepat-cepat ia menggeleng dan menolak agar tidak terjatuh sebelum sampai di tempat tidurnya.

Lu Han berhasil mengalahkan kondisinya yang mulai melemah.  Perlahan pandangannya kembali normal. Ada hal yang aneh sepertinya menghalangi niatnya untuk membuka pintu. Kemudian ia menoleh ke arah jendela yang terbuka lebar.

Ia terkejut, melihat Se Hun yang damai dengan memejamkan matanya dalam pelukan Baek Hyun. Lu Han tersenyum dengan menahan kecewanya. Memang tepat Se Hun memilih namja lain dibandingnya. Ia sampai tidak pernah melihat Se Hun sedamai itu.

Namun sebenarnya jika dibalikkan padanya, kenapa ia harus kecewa? Bukankah ia sudah merelakan Se Hun untuk namja itu, terlebih ternyata namja yang dimaksud ialah Baek Hyun. Harusnya ia turut bahagia tapi… sekali lagi kecewa dan tidak rela menyelimutinya.

Baek Hyun yang tadinya memejamkan mata, sekarang melihat kehadirannya yang memperhatikannya dan Se Hun dari jendela. Lu Han langsung berbalik, memegangi dadanya yang mulai sakit.

“Lu Han, mau keluar denganku?”

Ia menoleh ke sumber suara, “Eh? Sejak kapan kau disini Kai.” Ia melirik ke arah jendela, melihat Se Hun yang spontan melepaskan pelukannya lalu berdiri.

“Baru saja, hanya mungkin kau tidak melihatku.” Kai tersenyum dan menutupi tangannya yang terluka.

Lu Han menoleh ke seberang rumahnya, melihat mobil keluaran terbaru terparkir didepannya. “Itu mobilmu? Kau kesini dengan siapa? Apa itu…Do Kyungsoo?”

Kai menggaruk kepala belakangnya (?) “E…itu, iya mobilku. Itu bukan siapa-siapa. Kajja.” Kai langsung menggandeng tangan namja itu.

Masih sempat saat itu juga, Lu Han melirik jendela itu. betapa  matanya heran saat yang Se Hun yang diliriknya itu terpatung sendu sementara Baek Hyun yang disebelahnya mengusap lembut bahu Se Hun.

Disela langkahnya, ia melirik tangan kokoh yang sedang menggandengnya ke mobil. Dengan perasaannya yang tak percaya jika Kai datang disaat yang tepat. Ia terjurus pada sesuatu ditangan Kai, “Tanganmu kenapa? Eh,  tanganmu yang ini habis diinfuse?” sambil mengangkat punggung tangan namja itu.

“Ee..itu…”

“Ah, kau mencabut paksa kan? Ini bisa infeksi ara.”

Kai tertawa kecut, “Jangan dipikirkan. Akan cepat sembuh karena aku pribadi yang kuat.”

“Ckckck, kau meremehkan ya.”

Kai tidak menjawab, malah membukakan pintu mobilnya untuk Lu Han. “Silahkan masuk.” Dengan lagaknya seperti hormat dengan Yang Mulia-nya.

Lu Han jadi tidak mau kalah peran, ia tersenyum manis dan “Gamsahamnida…” ia pun masuk dan terkejut dengan sosok yang ada dikursi kemudi. “Eh? Kyungsoo-shii. Maaf aku__”

“Anggap aku bukan siapa-siapa dan sebagai sopir untuk kalian.” Potong Kyungsoo tanpa menolehnya.

“Kai…”

Kai mengusap kepalanya, “Tidak apa-apa. dia sendiri yang memintanya bukan.”

Lu Han merasa sungkan, “ng…”
*ÜHeart LonelyÞ*

“…Jangan lupa nyatakan cinta sesempat mungkin. Lakukan seperti halnya dulu kau melakukannya padaku.”

“…Berikan ice cream kesukaannya atau minum tea agar suasana romantis untuknya makin berasa. Kau paham? Intinya lakukan hal yang alami saja, jangan berlebihan dan jangan ketahuan jika dibuat-buat.”

Kai mengangankan terus pesan-pesan dari Kyungsoo saat sebelum ia sampai dirumah Lu Han. Ia bisa membayangkan bagaimana nanti jika semuanya berjalan lancar sesuai pesan Kyungsoo.

Lu Han menyikut pinggangnya, “Kai… kita mau kemana?”

“Tenanglah sebentar, kita akan sampai.” Kai membalas senyum.

Ketika mobil itu yang dikemudikan Kyungsoo telah berhenti disebuah taman hiburan. Kai merasakan tubuhnya yang hendak melayang. Ia melihat sekitarnya menjadi bayangan yang kabur. Merasakan ulu hatinya yang sakitnya mulai menggigit.

Kai berusaha memfokuskan pandangannya lagi. Karena ia dekat dengan pintu, maka dari mobil ia keluar duluan untuk membuka dan menutup pintunya sambil menggandeng tangan Lu Han.

“Mentari! Kami sudah sampai!!” ungkapnya dengan semangat, kemudian ia mendesis menoleh ke arah lain. Sepertinya sakit itu akan merusak kegembiraannya.

“Lu Han, aku ke toilet sebentar…” ucap Kai yang matanya mulai berair.

“Kenapa wajahmu pucat lalu matamu seperti akan menangis.” Lu Han menatapi tubuh Kai dengan detail.

Muncullah Kyungsoo yang berlari kearah mereka, “Lu Han, kau tunggu disini ya. Aku menemani Kai sebentarrrr saja.” sambil menepuk bahu Lu Han.

“Aku ikut ya,”

Kyungsoo tersenyum makna, “Disini saja, tidak akan lama.” Kyungsoo melangkah setengah berlari mengikuti Kai dari belakang.

Lu Han nampak kebingungan setengah mati melihat mereka berdua, terutama Kai. “Apa mereka merencanakan diam-diam?” lirihnya menduga yang tidak-tidak.

*ÜHeart LonelyÞ*

Kai menatapi wajahnya yang pucat didalam cermin toilet itu. salah satu tangannya sibuk memegang kuat ulu hatinya yang sakitnya semakin membuatnya hampir pingsan.

“Kai… kau sanggup bertahan?” tanya Kyungsoo semakin khawatir

Kai memejamkan mata sejenak sambil menggeleng kecil. Tak lama kemudian Kai mendesis kesakitan. Ketika tangan Kyungsoo hendak membantunya, Kai malah menepisnya. Tidak ada perkataan apa pun, ia segera mengambil sebungkus yang berisi 2 butir obatnya dari saku jaketnya.

Tanpa sengaja, Kai yang semakin mendesis menahan sakitnya tidak sengaja menyenggol obatnya. Membuat sebutir obatnya jatuh ke lantai toilet. Kyungsoo menahan tubuh Kai yang hampir ambruk karena ingin mengambil obatnya yang jatuh.

“Kebetulan aku membawa lebih.” Kyungsoo mengeluarkan bungkus obat yang sama seperti milik Kai. Kai merampasnya lalu menelannya seperti orang kelaparan. Kemudian Kai kembali menatap wajahnya dicermin, Kyungsoo masih setia memegangi tubuhnya.

“Kai…tubuh mu panas. Apa tidak kau batalkan saja?”

Kai menatapnya setengah tajam, “Jangan patahkan semangatku hyung.”

“Tapi nanti kau…”

Kai membuka kran didepannya lalu mencuci mukanya dan membasahi sedikit rambutnya, “Gwenchana, biarkan begini hyung. Sebentar lagi akan sembuh.”

“Kai…” lirih Kyungsoo meragukan kondisi Kai yang wajahnya pucat seperti mayat meski pun namja itu sudah mencuci mukanya.

“Kalian lamanya?” tanya Lu Han saat melihat Kai dan Kyungsoo dibelakangnya berjalan ke arahnya.

Kai tersenyum kecut dan melirik Kyungsoo disampingnya dengan penuh makan permohonan.

“Mi…mianhae Lu Han karena tadi, aku tergelincir lantai toilet. Makanya kami jadi lama datang.” Maaf aku harus membohongimu__ Ungkap Kyungsoo.

“Wae? Mana yang sakit? Apa sudah diobati? Apa kakimu sempat terkilir? Kebetulan aku membawa salep pereda nyeri luka.”

“Lu Han-shii, bukan aku yang sakit.” Tak sengaja Kyungsoo sedikit membocorkan hal yang sebenarnya, Kai menatapnya tajam tanpa berkedip. “Ng….  maksudku… tidak ada yang sakit. Sebaiknya aku menunggu kalian didalam mobil saja.” kemudian Kyungsoo pamit terburu-buru pada mereka, terutama pada Lu Han.

“Kyungsoo kenapa memangnya? Apa itu efek dari tergelincir dilantai toilet ya?”  tanya Lu Han masih memandangi punggung Kyungsoo yang mulai menjauh.

“Kajja, kita naik parody saja ya…” Kai lalu menggandengnya.

Lu Han merasakan suhu berbeda ditangan yang menggandengnya, “Kai, badanmu panas.”

“Aku tau itu. anggap saja badanku sehat. Kajja.”

Mereka bergandengan dengan senangnya meskipun dalam hati Lu Han ia merasa khawatir melihat wajah namja itu semakin pucat.

*Mianhae kalo ngebosenin :< semoga kalian suka dinext partnya. Gomawo*
CONTINUED


Tidak ada komentar:

Posting Komentar