Kamis, 20 Juni 2013

[FF] Heart Lonely – /HunHan__KaiLu/ –(Part 2 of 2)


JUNI ,20 2013.  VIEYRAAMOIMOI, SEHUN,  HUNHAN,  KAI,  KAIDO.





  HunHan || KaiLu – FF Yaoi EXO
Tittle : Heart Lonely
Author : VieyRaaMoimoi
Genre : Yaoi, Romance
Rate : T
Length : 2Shoot
Main Cast : Lu Han—Se Hun—Kai—Kyungsoo
Other Support : temukan sendiri (?)
Disclaimer : EXO member’s punya eomma appa-nya, SM agency, dan Tuhannya. Ini fiktif, tidak menyangkut sama sifat asli tokohnya.
© Copyright : natural from my mind, my brain, my imagination
WARNING : BOYS LOVE BOYS. Bocah AWAS! Don’t copy for rename of share or choose go to HELL for Long time.
Summary : jiwaku kan selalu bersamamu, meski kau tercipta bukan untukku saat ku yakin hanya kau lah milikku…
Cuap-cuap jenak : sama kayak di start part… moodnya lagi malas, makanya maaf nggak ngetik ulang apalagi copypaste… langsung dipersingkat saja… yang penting selesai baca trus komentar via apa aja… OK, I show you present

THIS IS TRATARATARAT…

*ÜHeart Lonely PART 2Þ*
AUTHOR POV

Matanya tidak mungkin salah, bahkan orang normal sekali pun bisa mengartikan raut wajah namja tampan itu. mustahil itu ilusi jika namja itu pucat dan memaksakan diri agar sesenang mungkin dihadapannya.

“Apa wahananya membosankan?” tanya namja itu tertawa manis padanya.

Ia menggeleng pelan. “Harusnya kau tidak mengajakku saat tubuhnmu tidak sehat begini.”

Namja itu memegang kedua bahunya, “Bicara apa sih? Aku senang begini kau bilang tidak sehat. Apa kau sedang mencemaskan Se Hun…?”

“Ck, aku serius Kai. Mataku tidak salah. Kau saja yang tidak sadar memaksakan diri untuk bersenang ria didepanku.”

Kai tidak menjawabnya. Ia melanjutkan langkahnya sambil menggandeng tangan Lu Han dengan bahagianya. Lu Han tidak habis pikir atas alasan apa seseorang tidak menyadari kondisi tubuh yang sebenarnya berakibat fatal.

Lu Han memberhentikan langkahnya yang mematung. Membuat Kai yang menggandengnya merasa ditarik.

“wae? Sekarang kau mencemaskan siapa?”

“Kau! Sebenarnya belum waktunya kan kau keluar dari rumah sakit.”

Ia tersenyum malu, “Ingin bermain wahana lainnya atau mengisi tenaga?”

Lu Han mengaduh tanpa suara, “selalu…” gumamnya sendiri.

“Kenapa mengaduh?” tanya Kai berlagak manja.

“Ng… ani… kita mengisi tenaga saja.”

Kai memacu otaknya agar tubuhnya memaksakan diri tetap kuat. Ia tidak boleh terlihat lemah sedetik pun dihadapan namja imut ini. pandangannya mulai membentuk bayangan semu. Tanpa sadar, tubuhnya sudah menimpa dipelukan Lu Han.

“Kai, baik-baik saja kan? Apa ke rumah sakit lagi?”

Sebentar saja, ia ingin sebentar saja memeluk hangatnya tubuh itu. memejamkan matanya sejenak agar kehangatan itu makin terasa. “Gwenchana…. Aku…. Susah mengatakan kalau…. Kalau aku…. Mencintaimu Lu..Han…”

Lu Han terkejut telak mendengarnya, “Kai, ke rumah sakit saja ne?”

Kai melepaskan diri dari dekapan Lu Han, lalu tersenyum dengan bangganya. Ia melanjutkan langkahnya. Lu Han menatapnya shock.

“Wajahmu kenapa mengerikan? Ayo, mau makan apa nanti?” Kai mengeratkan gandengannya.

Lu Han memutar bola matanya ke kiri dan kanan sambil menggeleng pelan pada namja itu. “entahlah. Lihat saja nanti menunya.”

*ÜHeart LonelyÞ*

“Kai, kau yakin tidak apa-apa?”

Kai menggumam, “Yakin.”

“Jangan berbohong. Bilang saja kau sakit dan kekenyangan menghabiskannya.”

Kai menatapnya sebentar, ia mengulas senyum. “Ayo dimakan lagi.”

Sekali lagi kecemasannya disangkal oleh namja itu. tidak terhitung matanya melihat wajah Kai yang semakin pucat. Dan kini ia sekilas  melihat namja itu memegangi ulu hatinya. “Itu kenapa??”

“Kenapa apanya??” balik tanya Kai, tersenyum.

“Kenapa pegang ulu hatimu? Apa itu yang membuatmu sakit?”

“Bukan apa-apa. Jangan dipikirkan.”

“Karena itu juga kau berani menyangkal dan mengalihkan kecemasanku.”

Deg

“Untuk kali ini biar aku yang bayar semuanya. OK!” Kai beranjak dari kursinya.

Lu Han mendongak, “Kemana lagi?”

“Pastinya ke kasir. Kemana lagi memangnya?”

“Tapi… kau  baru makan kurang dari separuh porsi.”

Kai terkekeh pelan “Perhatian sekali.” Ia menjauh dari meja Lu Han ke kasir stan makanan yang masih satu kawasan dengan taman hiburannya.

Lu Han memperhatikan betul Kai masih berdiri diantrian deret kasir. Sambil-sambil itu dia menatap arah luar stan itu. menerawang kejanggalan selama bersama Kai di akhir-akhir ini. dimana Kai yang tiba-tiba  pucat, sakit, dan menghilang begitu saja.

Ketika ia melihat ke arah kasir, Kai tidak ada disana. Ia mendeengus kesal. Baru saja ia memikirkan namja itu, waktu ditengok sudah tidak ada.

“Xi Lu Lu… ke kenapa kau pergi dariku ha?”

“Maaf tuan anda sedang mabuk ya. Silahkan tunggu diluar saja.”

Lu Han melihat perdebatan satpam itu dengan seorang namja jakung yang baru masuk ke stan ini dengan sempoyongan dan membawa sebotol plastic air. Entah arak atau air biasa, Lu Han tidak mempersalahkan tontonan itu.

“Xi Lu Lu… tau Xi Lu Lu tidak?”

“Maaf tuan anda harus keluar.” Satpam itu sudah mencekal kedua lengan namja mabuk itu.

“Minggir pak tua!” Namja itu mendorong satpam itu menjauh dari tubuhnya. Kemudian namja itu menoleh ke arah Lu Han. Lu Han berusaha menanggapi dengan biasa.

“Xi Lu Lu, itu Xi Lu Lu pak. Xi Lu Lu duduk disana.” Namja itu melingkarkan tangannya ke satpam itu dan menunjuk ke Lu Han. Saat itu Lu Han tidak mengetahuinya.

Namja itu berjalan ke Lu Han. Sementara beberapa orang yang melihatnya bergegas pergi. Lu Han menoleh-noleh ke sekelilingnya.

“Wae?” tanya Lu Han kebingungan melihat orang-orang depan belakang mejanya yang ketakutan.

Namja itu terkikik nakal. Lu Han baru menyadari kehadirannya dan mendongak.

BRAK

“Hai Xi Lu Lu “ sapa namja itu padanya seusai membanting botol minumannya tepat didepan piringnya. Membuat isi botol itu tumpah mengenai ujung lengan pakaiannya.

Satpam itu mencekal kasar bahu namja itu, “Ayo tuan ikut saya ke markas polisi. Anda sudah membuat keributan. Cepat!”

Namja itu mendesis, “Aniya… aku tidak mau pak!” namja itu berusaha melepaskan cekalan itu.

“Ayo tuan, anda sudah meresahkan seluruh pelanggan.” Satpam itu memaksa tangan namja itu agar ke belakang tubuhnya. “Tuan, bagaimana dengan anda?” tanya satpam itu pada Lu Han.

Lu Han mengusapi lengannya dengan tisu, “Gwenchana tuan.”

“Memang tidak apa. itu… hanya air mineral.” Namja itu tertawa kecil, “bukan arak.”

PLAK

Satpam itu menamparnya, lalu beralih ke Lu Han. “Apa perlu ku panggilkan pelayan kebersihan untuk membantu anda tuan?”

“Aku sendiri saja yang membersihkannya dengan pengering di toilet.”

Namja itu mendekatkan diri ke Lu Han, “Ku antar sini Xi Lu Lu.” Namja itu meringis gila.

BUK

Satpam menghadiahkan lagi namja itu dengan pukulan. “Harusnya kau berterima kasih karena tuan ini tidak menuntutmu ke polisi. Cepat minta maaf dan terima kasih!”

Lu Han mulai kesal dengan tontonan yang melibatkannya. Ia berdiri meninggalkan dua orang itu.

GREP

Namja itu mencekal pergelangan tangan Lu Han. Namja itu tertawa remeh, “M…miaaanhaeyooo… gamsah.” Lagi-lagi namja itu tertawa stress.

Lu Han dulu yang langsung meninggalkan mereka. Barulah satpam itu bergerak mengusir namja itu keluar dari stan itu. Lu Han menoleh ke namja itu. menggeleng-geleng kesal dengan perlakuannya yang memalukan didepan umum.

“Hanya firasatku atau dia memang Se Hun,” pikirnya sendiri sambil melangkah menuju toilet pria yang hampir sampai. Ketika ia mencoba membuka pintu utama toilet, pintu itu tidak bisa dibukanya. “Kenapa harus terkunci?” umpatnya kesal.

Lalu ia menoleh sekelilingnya, ia bersemu riang menemukan alat yang dicarinya ada juga diluar toilet. “Ini baru bagus.” Lu Han mengeringkan lengan pakaiannya berkali-kali.

PRANGG

Lu Han terkejut mendengar suara ribut dari dalam toilet yang terkunci itu.

“Haruskah! Haruskah ini kambuh lagi!!!” Lu Han mendengar teriakan itu mencoba mendekatkan telinganya dipintu utama itu. “Tuhan, beri aku kesempatan lagi meski…” suara itu terbatuk hebat, sepertinya orang yang didalam itu sedang muntah, “…dia diciptakan bukan untukku…”

Kemudian Lu Han mendengar nada sambungan telepon dari dalam sana. “Kyu, Kyungsoo hyung, tolong kesini…(Lu Han mengangkat alisnya)….ini kambuhnya parah….toilet stan makanan nomor 3….”nada sambungan itu terputus.

“Kai…” lirih Lu Han menduga, ia melanjutkan menempelkan telinganya. Yang didengarnya hanya hening, tidak ada suara Kai lagi, dan suara kran air yang tercucur lirih. Ia berpikir sejenak, menemukan ide untuk kepastiannya. Setelah itu ia bersembunyi disudut yang terlihat toilet itu.

Tidak perlu menunggu lama, matanya sudah menangkap sosok Kyungsoo yang memapah Kai dari dalam toilet. Terlihat jelas wajah Kyungsoo setengah mati kepanikan bercampur takut. Lu Han terpaku tak percaya menyaksikan kebenaran bahwa mereka itu Kyungsoo…yang memapah Kai.

*ÜHeart LonelyÞ*

Lu Han-shii…

Lu Han-shii…

“Siapa yang memanggilku…” lirihnya hendak membuka pintu rumahnya.

Ketika ia buka, ia melihat Baek Hyun yang sudah berkemas pergi. Padahal tadi dia menelponnya untuk menyuruhnya cepat pulang.

“Syukurlah kau pulang lebih cepat.”

Lu Han menatapinya serius, tentunya sangat bingung. “Aku tidak mengerti apa maksudmu.”

Baek Hyun terdiam, terlihat menyimpan sesuatu darinya.

“Baek Hyun-ah, kenapa dan ada apa?” tanya Lu Han mulai mengguncang bahu namja itu.

Baek Hyun tidak menatap wajahnya apalagi matanya. Namja itu sibuk memutarkan matanya. Lu Han jelas melihat mulut Baek Hyun yang bergetar. Pertanda ada sesuatu buruk yang disembunyikan darinya.

Lu Han memberi tatapan membunuh, “Sebenarnya apa yang kau mau? Jangan membuatku penasaran! Jebal.”

Baek Hyun masih tidak melirik apalagi menatap matanya. Ia melihat jam tangannya, “Mianhae Lu Han-ya. Aku ada urusan disuatu tempat.”

“Tidak semudah itu… aku harus ikut sebelum mendapat penjelasanmu.”

“Penjelasan apa lagi?”

“Penjelasan dari matamu.”

“Apa yang perlu dijelaskan. Tidak ada bukan? Tidak ada yang salah dengan mataku.”

“Tidak perlu berkilah, kau sendiri yang memulai penasaran ini Baek Hyun-ah!”

Baek Hyun menghela nafas menyerah, “Tapi lepaskan dulu tanganmu dari bahuku.” Lu Han menurutinya, “Aku mendapat telfon dari Kyungsoo. Kai sedang kritis di rumah sakit.”

Matanya terbelalak, “Darimana kau mengenal Kyungsoo?”

“Kau tidak perlu tau. ini hanya masalah waktu. Diam disini atau ikut aku menjenguknya?” Baek Hyun menyabet tasnya berjalan ke pintu.

 *ÜHeart LonelyÞ*

“Kai… bangunlah. Jangan pergi secepat ini… Kai” kata Lu Han dengan pilu dihadapan Kai yang terbaring sepucat mayat. Dihadapannya juga ada Baek Hyun dan Kyungsoo yang turut bersedih.

Baek Hyun berpindah ke samping Lu Han, “Ku yakin dia belum mati, hanya tertidur sejenak.” Ia mengelus-elus punggung namja itu.

“Jangan urusi aku Baek Hyun, urusi saja Se Hun-mu itu. dia lebih parah menyedihkan dibanding aku dan Kai.”

Glek

“K… kau bicara apa Lu Han-ya.”  Ungkap Baek Hyun merasa terdesak.

Kyungsoo melihat jemari Kai yang bergerak pelan. “Jarinya bergerak, sepertinya Kai akan sadar.” Ia dan Lu Han bersemu lega. Disaat itu matanya juga melihat Baek Hyun perlahan pergi dari ruangan itu.

 “Tidak menyusul Baek Hyun? Dia sudah keluar tanpa pamit padamu.” Kata Kyungsoo yang tidak tau harus berkata apalagi dalam suasana hening seperti ini.

Lu Han berpikir keras, memegang dahinya sambil menatap Kai yang pucat. “Kau benar, sepertinya dia sendirian. Beritau aku jika Kai sudah membaik.”

Kyungsoo mengangguk dengan senyum, Lu Han pergi dan memberi lambaian tangannya.

Lu Han keluar, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling lorong rumah sakit itu. ia melihat namja yang dicarinya sedang jalan dengan gontainya.

“Baek Hyun-ah tunggu.” Panggilnya dan berjalan cepat ke arah namja itu.

Namja itu menolehkan kepalanya ke belakang dengan raut wajahnya yang sendu.

“Kau mau kemana? Tidak ingin menungguku untuk pulang bersama?”

“Tidak. Aku bisa pulang sendiri. kau tidak kekurangan ongkos pulang kan?” Baek Hyun masih menjawab dengan wajah sendu.

Lu Han menatapnya sejenak, “Kau marah padaku bukan?”

“Ani… kata siapa?”

“Kata mulutku.”

“Kau salah, aku tidak marah padamu Lu Han-ya…” Baek Hyun memasang senyum hambar.

Lu Han mencekal salah satu bahu Baek Hyun agar ikut duduk dibangku dekat mereka. “Lalu apa? memikirkan Se Hun yang kusebut tadi.”

Baek Hyun mengalihkan pandangannya, ia tertunduk bingung tidak mampu memberi alasan yang kuat. “A…aku tidak…”

“Ku lihat Se Hun mabuk seperti orang gila, bahkan dia diseret, dihajar satpam atas keributannya disebuah stan makanan di taman hiburan. Sebenarnya aku ragu itu Se Hun asli atau bukan tapi…jika itu asli Se Hun. Kau pasti tau sebelumnya kenapa Se Hun seperti itu.”

“Jinjja?” lirihnya mulai bernada pilu.

“Terserah kau saja. aku mau ke Kai dulu. Kalau kau berubah pikiran, tunggulah aku sampai selesai.”

*ÜHeart LonelyÞ*

Kai membuka kelopak matanya. “Kyungsoo Hyung…” lirih namja didepannya.

Kyungsoo tersenyum antusias, “Syukurlah sudah sadar.” Kyungsoo beranjak ingin meninggalkannya.

“Hyung mau kemana?”

Kyungsoo tersenyum tipis, “Tidak akan lama, aku ingin ke Lu Han memberitaukan kondisimu.”

“Jangan hyung.” Tangannya terulur ingin mencekal tangan Kyungsoo.

Kyungsoo mendekatinya, “Wae?”

“Duduklah dulu.” Ia menunggu Kyungsoo duduk dahulu. Selagi itu ia juga menatap jendela yang terbuka. “Aku ingin mengajaknya kencan lagi. Aku ingin nekat. Gara-gara kambuh, setengah dari rencanaku gagal hyung…”

“Apa!” pekiknya tidak sengaja, untung Kai meresponnya dengan tenang. “Mian. Lalu kau tidak lupa dengan menyatakan perasaanmu seperti yang ku bilang kan?”

Kai terdiam sejenak, “Tidak sesuai dengan saranmu. Tapi aku menyatakannya saat pandanganku setengah kabur. Entah dia menanggapi serius atau tidak aku tidak tau.”

Kyungsoo juga terdiam, sebetulnya menyayangkan kesempatan yang terlanjur gagal, “Gwenchana. Hwaiting Kai…masih ada kesempatan selanjutnya.”

Kai memaksakan tubuhnya untuk duduk, perlahan kakinya turun dari ranjang rumah sakit itu dan menarik paksa infuse ditangan kirinya.

“Kai, kau mau apa? jangan bertindak gegabah Kai..”

“Tidak apa-apa hyung, aku masih kuat berjalan.”

“Perlu ku bantu jalan?” tawar Kyungsoo melihat Kai yang langkahnya masih lemas.

Kai tersenyum penuh makna, “Terima kasih hyung, jangan membantuku jalan.” Ia berjalan ke arah pintu. Kyungsoo mengikutinya dari belakang sudah bersiap menangkap Kai jika sewaktu-waktu Kai terjatuh.

Klek

“Kai!” pekik orang dari luar yang lebih duluan membuka pintunya.

*ÜHeart LonelyÞ*

Diam-diam Se Hun mengamati Lu Han yang memekik dengan nama ‘Kai’ dari sumber sana. Ia juga melihat Baek Hyun yang tertunduk dibangku yang tidak jauh dari posisi Lu Han berdiri. Jujur masih sakit hatinya merasakan saat melihat Lu Han dan Kai makan, bermain berdua di taman hiburan beberapa waktu yang lalu.

“Kai!” pekik Lu Han dari luar saat Kai bersamaan ingin membuka pintunya.

Kyungsoo dan Kai mati kutu melihat Lu Han dihadapan mereka. Mata Lu Han tertuju pada tempat tidur dibelakang mereka, lalu beralih ke tangan Kai.

“Kenapa infusnya dilepas paksa? Kalian  mau kemana?” Lu Han menatap Kai tajam.

Kai memeluknya tiba-tiba, “Aku mau menemanimu jalan-jalan karena aku mencintaimu Lu Hannie…” Kai memberi ciuman singkat dibibir Lu Han. “Aku tidak ingin melihatmu bersedih karena mantan kekasihmu itu, aku ingin melihatmu bahagia seperti dulu…”

Lu Han mengerjap-erjap matanya meski pandangannya menunduk, “kenapa begini?” lirihnya sambil mencengkram kuat ujung bajunya, ia mengerang kesal “aku juga mencintaimu…” tanpa menatap Kai maupun Kyungsoo dihadapannya, ia berlari pergi dari tempat itu. termasuk ia melupakan bahwa ia meninggalkan Baek Hyun yang mau menunggunya.
Sementara Se Hun meremukkan kedua jari-jari tangannya dengan mendengus kesal pada kelakuan Kai yang mencium Lu Han’nya’. Dengan seribu idenya, ia berbalik menuju pintu belakang untuk mengejar Lu Han.

*ÜHeart LonelyÞ*

“Lu Hannie…kau tidak apa-apa?”

Lu Han mendongak, menatap namja jangkung yang berdiri didepannya. Ia menyandarkan lagi punggungnya di sebuah pohon dipekarangan rumah sakit yang sepi pengunjung itu, “Se Hun kenapa kesini?”

Se Hun ikut duduk disebelahnya dan duduk bersandar dipohon itu, “Tidak suka aku disini?”

Kepalanya yang menindih tangannya yang terlipat diarahkan ke Se Hun, “Aku salah bicara ya?”

“Ani…aniya, tidak salah kok.” Se Hun tersenyum hambar, tidak ditanggapi Lu Han dengan senyum. Melainkan dengan gumaman lalu namja itu menangkupkan wajahnya dikedua tangannya. “Sudah tidak marah lagi padaku?”

Lu Han menggeleng dibalik tangannya.

“Kau yakin?”

Lu Han mengangguk dibalik tangannya (lagi).

Se Hun menggumam, sedikit ragu ingin mengutarakannya. “Lu Hannie, sebenarnya aku menyesal memilih Baek Hyun dibanding dirimu. Seperti hatiku tidak bisa menerima kelembutan dari namja itu. karena kau tidak marah lagi padaku. Kau menerimaku kembali padaku? Kembali saling mencinta.”

Mata Lu Han melirik Se Hun, “Mwo? Aku tidak bisa Se Hun…” kemudian ia menyandarkan kepalanya ke pohon itu.

“Wae Lu Hannie? Kalau  begitu minimal menjadi sahabat seperti dulu, sahabat yang kau cintai.” Se Hun meraih kedua tangan namja itu dalam genggamannya.

“Tetap tidak bisa…” ia melepaskan genggaman Se Hun.

Se Hun meraih lagi tangan Lu Han, “Tidak, jangan ada namja lain.” ia menarik paksa tubuh Lu Han dalam pelukannya.

Lu Han meronta, “aku mencintai namja lain Se Hun…aduh…lepaskan aku…”

“Tidak Lu Hannie, aku masih mencintaimu. Kau harus kembali padaku! Bilang kalau kau juga mencintaiku Lu Hannie…” Se Hun tetap mengeratkan pelukannya meski tidak dibalas oleh Lu Han.

Lu Han berusaha meronta tapi tubuhnya lebih kecil dibanding Se Hun, “Aku mencintai Kai...”

“Bukan. Jangan sebut namja lain.”  Kepalanya menurun lalu mencium kasar leher Lu Han.

“Ugh…Aku…ll..lepass…” dan akhirnya Lu Han dengan sekuat tenaganya mampu mendorong Se Hun melepas pelukannya. Ia berlari sejauh mungkin dari namja itu, sementara yang ditinggalnya tersenyum selicik-liciknya dengan puas.

*ÜHeart LonelyÞ*

Bisakah Se Hun tidak melakukan itu lagi kepadanya. Beban yang merasa tercampakkan itu menggeluti hatinya. Lu Han hanya mampu mengelus dadanya dengan sesal dalam langkahnya menuju rumah. Andai saja saat itu ia tidak meladeni kalimat namja itu. mungkin Se Hun tidak berbuat ini padanya.

Jarinya memegang bibirnya sejenak, teringat pada Kai. Beralih memegang area leher yang tadi, teringat lagi tentang ini ulah Se Hun yang agresif.

“Kenapa  berdiri disitu? Buka saja pintunya.” Ungkap sebuah suara yang membuatnya kaget tepat ia berdiri didepan pintu rumahnya.

Lu Han menoleh kaget, “Kai…sejak kapan disitu?” ia juga melihat Baek Hyun duduk dikursi bersama Kyungsoo, sementara Kai berdiri memandanginya. Mereka ada disudut dekat jendela depan.

“Sejak tadi, hanya saja kau tidak menyadari keberadaan kami.” Balas Baek Hyun dengan raut agak kesal.

“Tapi… tadi ku lihat… tidak ada orang disini.” Lu Han mulai gelagapan menjawab.

“Itu kan tadi, saat kau hanya menatap lurus ke depan.”

“Sudah, biarkan saja hyung.” Balas Kai. Kai beralih memandanginya, “Ikut aku kajja. Aku tau kau habis disiksa oleh mantanmu ne.” tanpa respon apapun dari namja itu. Kai mengajaknya pergi ke suatu tempat sementara dua namja cantik dibelakang mereka menyambut senyum meski salah satunya ada yang tersenyum miris.

*ÜHeart LonelyÞ*
“Eh Lu Han hyung sudah selesai.” Kata Kai ketika ia berjalan menuju dapur disebuah villa kecil milik kakaknya Kai. Sementara Lu Han baru saja meletakkan gelas minumannya.

Dalam hati kecilnya, sebenarnya ia ingin mempertanyakan sejak kapan namja itu memanggilnya hyung tapi ia langsung merubah  topiknya. “Ku kira kau akan menghilang lagi…”

Itu membuat Kai tertawa, “Saat itu kan aku hanya menghilang beberapa waktu. Tidak memakan harian. Lalu bagaimana jika aku sudah menghilang untuk selamanya??”

Kemudian Lu Han berjalan masuk ke dalam pelukan Kai, “Aku juga akan menghilang, mengikuti ke arah manapun kau pergi.”

Deg~

“Lu Han-shii kau bicara yang tidak-tidak.”

Ia melepaskan pelukannya, “Salah sendiri kau yang memulai duluan.”

Kai menggumam pelan, lalu  mengusap puncak kepala Lu Han, “Mianhae, tidak akan kuulangi lagi. Kita makan dulu sebentar. Saat kau tadi istirahat sebentar. Aku sudah memasakkan camilan dan beberapa telur kukus. Tapi maaf karena aku tidak bisa masak sehebat Kyungsoo jadi hanya ini saja.” kemudian ia berjalan mengambilnya.

“Tidak apa-apa. sini keluarkan, biar ku makan sampai habis.”

“Wah…kau orang pertama yang berkata seperti itu pada masakanku.” Kai sembari meletakkan masakan didepan meja.”Bagaimana jika setelah ini kita jalan-jalan?” lalu ia duduk bersebrangan dengan Lu Han.

Lu Han mulai memecahkan telur kukus itu, “Tidak perlu repot-repot. Bagaimana jika nanti tiba-tiba kau pucat lagi?”

“Ayolah…Aku tidak akan begitu lagi. Aku ini pribadi yang kuat.” Kai menuangkan minuman digelasnya dan gelas Lu Han, lalu menggeserkan gelas Lu Han ke namja itu, “percayalah aku kuat menemanimu.”

Lu Han menggumam, “Baiklah, kita jalan kaki saja ne.” kemudian melanjutkan memakan camilannya sambil menonton TV yang sudah dinyalakannya sebelum ke dapur dan berpapasan dengan Kai.

*ÜHeart LonelyÞ*

Setelah ia dan Lu Han mengunjungi sebuah toko distro di daerah itu. Tiba-tiba ia merasakan ulu hatinya yang mulai sakit. Dilihatnya diseberang sana ada restoran. Ia ingin kesana. Yang pasti bukan untuk pesan makanan.

“Lu Han-shii ah…maksudku Lu Han hyung. Aku ingin ke resto itu sebentar boleh?” tanya Kai sambil menahan sakit yang perlahan semakin terasa agar tidak dicurigai namja ini.

“Tentu. Memangnya mau apa?
“Ani, aku ingin pinjam toiletnya saja.”

“Perlu ku antar?”

Kai terkekeh, “Seperti anak kecil saja. Tunggu disini ne. jangan coba berpindah selangkah pun.” Pikirannya sudah mendemo untuk cepat meminum obat yang disaku celananya. Dengan setengah berlari Kai meninggalkan Lu Han menuju resto itu.

“Ne arasso.” Lu Han tersenyum lucu pada Kai yang kini tengah membuka pintu toilet itu.


Kai tengah disambut oleh pelayan didekat pintu masuk yang bersiap mencatat pesanannya. Kai ingin tidak meresponnya tapi pelayan itu terus mengikutinya.

“Mian Tuan, anda mau pesan sesuatu?”

Kai berdecak kesal, “ck, mengganggu.”gumamnya selirih mungkin. Lalu ia menarik nafasnya dan memasang muka ramah, “Nado mianhae, tapi saya mau pinjam toiletnya, bisa?”

“Oh…bilanglah dari tadi tuan. Toiletnya ada dipertigaan koridor, tuan tinggal belok ke kanan, kalau dikiri itu dapur rahasia tuan.”

“Ne ne ne ne, gamsahamnida…” ujar Kai terus melangkah sesuai dengan petunjuk pelayan itu yang sebenarnya tidak perlu diberitau karena kenyataannya, Kai sudah tau sejak dulu saat berkencan bersama Kyungsoo.

Ketika ia sudah menemukan toilet itu. pintu utamanya terlebih dulu dikuncinya rapat-rapat. “Selesai.” Ujarnya kemudian tangannya memegangi ulu hatinya yang semakin sakit. Diambilnya obat berbentuk tablet itu, lalu langsung menelannya.

Rasa sakit itu pun perlahan padam. Ia memandangi wajahnya didalam cermin. Melihat dengan senyuman puas dengan raut wajahnya yang pintar berakting. Sampai saat ini wajahnya tidak terlihat pucat meski ulu hatinya sedang sakit.

Sampailah pada detik rasa sakit itu benar-benar padam. Ia bersiap membuka kunci pintu itu. saat dibukanya, sudah muncul namja jangkung berambut pendek hitam. “Chanyeol…”

“Minggir sana!” balas namja itu menabrak bahu Kai dengan lengannya.

Kai sedikit berlari disela langkahnya. Pandangannya berhasil merontokkan kekhawatirannya jika namja itu akan pergi dari tempatnya.

“Apa aku terlalu lama? Maafkan aku.” Ucapnya dengan membungkuk maaf pada Lu Han.

“Eh, eh, eh, jangan begini.” Sembari Lu Han menghentikan bungkukan Kai lalu tersenyum, “Tadi itu kau sangat cepat Kai…ayo lanjutkan jalannya…”


Di hari yang menjelang malam itu, Lu Han yang memutuskan agenda terakhirnya bersama Kai menuju area pasar kuliner yang baru buka didepan mereka.

Lu Han menarik Kai digerobak yang menjual sate kimchi. “Ayo Kai…kau suka yang mana? Aku deh yang mentraktirmu.”

Kai cukup tertawa “Jinjja?”

“Benar…silahkan pilih yang kalian suka.” Kata sang yeoja tua penjual sate kimchi berbagai bentuk dan rasa itu. “Bahkan jika kalian sama-sama membawa kantung sate-sateku, akan ku beri bonus beberapa tusuk lagi untuk kalian.”

“Waaaah ahjumma… terima kasih banyak. Kau terlalu baik hati.” Balas Lu Han semakin mereka senyum.

“Pilihkan aku terserah pilihanmu, asal tidak yang asin.” Pinta Kai yang dibalas Lu Han dengan anggukan yang sedikit heran. Iya, itulah asin, rasa yang dihindari Kai seperti serpihan kertas melayang yang ditakutinya. Jika asin itu masuk ke dalam pencernaannya, akan menyebabkan kunang-kunang lebih banyak mengajak tubuhnya untuk pingsan. Dan terakhir, obat untuk ulu hatinya akan semakin melambat penyembuhan penyakitnya.

Kai menghapus lamunannya, rasanya mengerikan jika insiden asin itu terulang lagi. Lalu ia menengok Lu Han yang menatap intens kearah baris dibelakang ahjumma penjual sate kimchi ini.

“Lu Han…kau melihat apa?”

Pandangannya masih lurus menatap obyek itu, “Itu…bukankah itu…” ia bernafas seperti nafasnya hampir tertahan, “…Baek Hyun kekasihnya Se Hun tapi…”

Kai ikut melihat obyek itu, namja yang sedang digandeng mesra lengannya oleh Baek Hyun itu ialah namja yang ditemuinya di toilet resto tadi.

“Dia bersama namja lain.” Imbuh Kai cepat melanjutkan kata-kata Lu Han yang terbata.

“Secepat itu dia mencampakkan Se Hun…”

“Itulah takdir, berubah di luar bayangan kita.” Kai merasakan Lu Han masih mengkhawatirkan mantannya itu meski telah bersamanya. “Kalau kau mencemaskannya, datangi dia sampai kecemasanmu itu terselesaikan…”

“Aku tidak yakin…”

Tepat sudah Kai juga merasakan kembali sakit ulu hatinya yang lebih menusuk dibanding sebelumnya. Ia melirik disekitarnya, tidak menemukan tanda-tanda adanya toilet di area ini.

“Ahjumma, apa ada toilet diarea ini?” tanya Kai memegang perutnya bersikap seolah ia ingin buang air.

“Eh, kenapa toilet lagi?” tanya Lu Han heran.

“Ada anak muda, dibelakang kiriku, itu toilet berpintu 5. Dibelakangmu juga ada serta di ujung pintu keluar, ada yang berpintu 2.”

“Ah, gomawo ahjumma.” Rasanya Kai tidak mampu menahan untuk 5 menit lagi, dan apakah sisa waktunya cukup untuk membendung sementara selagi ia menelfon Kyungsoo untuk membantunya ke rumah sakit lagi. Hatinya kini mendesis kesakitan.

Ahjumma itu mengangguk, “eum…Lu Han hyung, jika kau merasa sesak disini, lebih baik kau pulang tunggu aku di vila atau datangi saja Se Hun. Aku juga tidak yakin bisa secepat yang tadi_”

“Lalu kau…”

“Aku bisa pulang sendiri, jangan lupa bawa sate kimchinya. Sisakan untuk aku, terutama yang manis. Bawakan pula untuk Se Hun, jangan sungkan-sungkan membelikan untuknya ne. aku pergi dulu. Nanti ku telfon jika aku sudah sampai…” Tanpa menghiraukan Lu Han, ia berlari dan tangannya menaik untuk memegangi ulu hatinya lagi. Hatinya sudah menjerit rasa sakit yang cukup hebat...

*ÜHeart LonelyÞ*

Hampir sepempat jam ia menunggu Kyungsoo dalam perjalanan menjemputnya ditoilet ini. sebenarnya jika sial tidak menimpanya, salah satu dari 2 tablet obat terakhirnya tidak akan jatuh ke dalam bak air toilet itu. ia dapat berdecak, mendengus, dan memaki kesal terhadap dirinya sendiri.

“Kai…Kai…kau bisa mendengarku kan??” seru panic seseorang dibalik pintu yang disandarinya.

“Hmm, sebentar Kyungsoo-ya.” Kai perlahan meggeser tubuhnya untuk menjauh sedikit dari sana.

Begitu pintu itu sanggup dibuka orang itu dari luar. Orang itu langsung memeluk tubuhnya, menangkup kedua rahang pipinya dengan tangan orang itu.

“Kai, ini terlalu parah. Jebal…bertahanlah sekuat mungkin.”

Kai menggumam, “ku coba dulu… semoga Lu Han juga berhasil bertemu Se Hun ne…” jawab Kai santai

“Kai.” Pekik Kyungsoo makin panik, terlebih Kai malah bersikap santai seakan-akan kondisi tubuhnya adalah hal kecil

“Hm ara.” Kai memejamkan matanya, berdoa semoga perjuangan Kyungsoo memapah tubuhnya ke rumah sakit tidak akan nyaris apalagi benar-benar sia-sia.

*ÜHeart LonelyÞ*

Tempat pertama instingnya bekerja membawanya sampai ke apartement yang dulunya adalah milik mereka berdua (ia dan Se Hun). Entah berhasil atau tidak menemukan namja itu, yang pasti ia harus bergerak cepat.

Lu Han memencet touchscreen lift itu dengan gugup, tergesa, hingga seluruh telapak tangannya mengeluarkan keringat. Saat pintu lift terbuka di lantai 5, langkahnya dipercepat lagi.

Sebuah keajaiban dan keterkejutan matanya menangkap sosok itu sedang tersandar lemas di pintu apartementnya. Hingga membuat sate kimchi bawaannya jatuh.

Tidak pernah menyangka apalagi melihat kondisi sosok yang lemah, berantakan seperti itu. Ia berlari menghampirinya. Bibir sosok itu bahkan berwarna pucat.

“Se Hun…Se Hun…kau baik-baik saja…ayo bangunlah Se Hun.” Pintanya sembari menepuk pelan pipi namja itu. “Jangan-jangan kau..” serunya seorang diri.

“Eunghhh…” lenguhan singkat itu membuat suasana kepanikannya berubah senyum.

“Se Hun…ayolah buka matamu.” Pinta Lu Han lagi, berusaha membangunkan Se Hun itu.

Namja tampan itu membuka matanya dengan sipit, kelopak matanya nampak setengah terbuka. Namja itu juga menghindari sinar lampu koridor apartement itu yang menerpa kelopak matanya.

“Syukurlah, sebentar…” Lu Han perlahan menyandarkan lagi tubuh namja itu ke pintunya. Ia beranjak dan menekan layar touchscreen kode masuk apartementnya. Setelah itu ia memapah tubuh Se Hun untuk masuk dan membaringkan tubuh di kamarnya yang terdekat.

“Eungh…ini dimana…?” tanya namja itu sambil memegangi pelipisnya, kelopak mata yang membentuk garis tegas itu terbuka demi sedikit.

Lu Han terkekeh lirih. Perlahan ia baringkan tubuh jangkung namja itu. memberinya tumpuan bantal dikepala belakangnya. Lu Han duduk di pinggiran tempat tidur itu, menunggu namja bernama Se Hun itu menyempurnakan pengelihatan dan ingatannya.

1 detik

3 detik

5 detik

Mata Se Hun terbelalak ketika obyek wajah manusia yang ada didepannya terlihat jelas. “Xi…Xi Lu Lu?”

Lu Han mengangkat alisnya, “Apa Xi Lu Lu?” ia menoleh ke sekitarnya mencari orang bernama Xi Lu Lu yang dimaksud.

“Aish maksudku…” Se Hun mengusap matanya, “Lu Han!” serunya langsung menarik Lu Han ke dalam pelukannya yang erat.

Awalnya masih kaku karena Lu Han sudah bukan siapa-siapanya lagi selain teman saja. perlahan tangannya mengangkat dan membalas pelukan itu dengan ragu.

“Aku tak percaya kau akan kesini Lu Hannie…Lu Hannie…” Se Hun terus mengusap-usap punggung namja itu, menghirup aroma wanginya tubuh namja imut itu.

Deg__Lu Hannie..?

“Eng…sudah-sudah, aku kan sudah ada disini…” Lu Han tertawa kecut dan menggumam sendiri.

“Apa kau tahu aku sangat merindukanmu? Sejak lama aku sudah menunggumu seperti ini bahkan, apa kau tahu rasanya? gilanya setengah mati…”

Lu Han mulai merasa sesak karena pelukan Se Hun yang semakin erat itu, “I…iya…iya Se Hun…tapi apa kau bisa memberiku ruang…pelukanmu membuatku sedikit…sesak…”

Se Hun melepaskan pelukannya, sebenarnya bukan menuruti permintaan itu. Se Hun kemudian langsung menangkup wajah mungil itu dengan dua tangannya. “Haha…aku tak percaya…hahaha…sungguh ini kau Lu Hannie…”

Lu Han sedikit ngeri dengan perlakuan Se Hun yang tidak pernah dikenalnya selama ini, kemudian ia berdiri “Ah aku ambil minum dulu ne…sepertinya kau butuh minum...” dan baru selangkah ia berjalan, Se Hun memeluknya dari belakang dengan erat. Sekarang Lu Han merasakan sensasi yang sudah lama tidak ia rasakan kembali. Tangan Se Hun err…mengelus-elus lembut perutnya dengan manja.

“Aku masih mencintaimu. aku serius…”

Deg

 “Tapi Se Hun…”

“Percayalah aku mencintaimu Lu Hannie…”

Lu Han mendengus kesal, “Arrgh, bukan itu. biarkan aku bicara.” Dengan gerakan perlahan ia menyingkirkan tangan Se Hun yang menempel di perutnya, tapi tangan itu juga perlahan kembali mendarat di perutnya. “Bagaimana dengan Baek Hyun? Tadi aku sempat melihatnya…bermesraan dengan namja lain.”

“Aku tidak pedulikan dia. Aku sudah melepaskannya untuk namja lain.”

Lu Han tidak merespon, ia lebih memilih menimbang-nimbang kesempatan yang berkecamuk dihatinya.

“Kalau kau ingin kita membahas Baek Hyun. Lebih baik aku melanjutkan percobaan bunuh diriku saja…”

“Eh! Jangan Se Hunnie, eh maksudku jangan Se Hun. Memangnya tidak ada yang lain?”

“Ada. Makanya percaya padaku. Aku bersumpah masih mencintaimu.”

Lu Han menunduk dan luruh kembali di pinggiran tempat tidur itu. “Tapi aku sudah mencintai Kai…”

“Cintamu padanya akan tersingkir dengan lamanya waktu kau mencintaiku.” Kata Se Hun dengan tegas.

Greb

Se Hun melingkarkan tangan dipinggang Lu Han. Tangan satunya lagi mendorong lembut bahu Lu Han untuk berbaring dibawahnya. Anehnya, kemanakah Lu Han tidak berontak saat didorongnya.

“Lu Hannie… aku sangat mencintaimu…”

“Se Hun…ugh,” keluhnya saat Se Hun menyerang dengan ciuman lembut di sisi lehernya. “Andwae…jeball..”
“Aku tidak ingin kau meninggalkanku lagi…apa kau tega membuatku kembali gila seperti kemarin-kemarin…sebelum kau kesini.”

“Kai…”

“Jangan sebut dia. Kau ini sedang bersamaku Lu Hannie.” Se Hun berhasil membungkam bibir Lu Han agar tidak menyebutkan nama orang lain diantara mereka yang seharusnya nama Se Hun-lah yang wajib disebutkan disaat seperti ini.

*ÜHeart LonelyÞ*

Lu Han sedang memandangi Se Hun yang terlelap damai disebelahnya. Ekspresinya berangsur membaik dibanding sebelumnya. Tidak menampakkan lagi wajah gundah dan terpuruk. Se Hun tengah tersenyum damai dalam tidurnya, dengan tangannya yang memeluk tubuh mungil Lu Han.

“Sebenarnya, aku juga mencintaimu Se Hunnie namun Kai…”

KAI!!__pekiknya dalam hati.

Lu Han terkejut saat mengingatnya. Tiba-tiba muncul firasat buruk menyergapnya. Sudah seharian lamanya ia berada di apartement ini. Lalu bukankah harusnya ia menunggu Kai di villanya. Apakah Kai juga sudah pulang. Kemudian ia mengambil ponselnya, tidak ada tanda-tanda kontak Kai di ponselnya.

Lu Han perlahan melepaskan tangan-tangan Se Hun. Lu Han bergerak cepat langsung meraih jaket tebalnya yang tergeletak di lantai yang dinginnya hampir sedingin musim salju. Kemudian memakainya asal-asalan dan bersiap memakai sepatu tebal yang sengaja ditinggal di lemari apartementnya semenjak putus dari Se Hun.

“Jangan pergi.” Seru Se Hun saat menyadari Lu Han hendak selesai memakai sepatunya dan bersiap pergi.

 “Se Hun…” balas Lu Han panik.

Se Hun mencekal pergelangan tangannya, “Lu Hannie!”

“Mianhae Se Hun, aku harus ke villa…” Lu Han meronta karena ingin cepat-cepat terlepas dari cekalan Se Hun yang semakin kuat.

“Jangan pergi sendirian saat subuh begini. Tunggu aku…akan ku antar.”

*ÜHeart LonelyÞ*

Lu Han terburu membuka pagar villa itu, bahkan ia menerjang keras pintu yang kini tengah terkunci sambil meneriaki nama Kai berkali-kali.

Jika kuncimu hilang, buka saja pot mainan didekat pintu…

Lu Han baru mengingat pesan yang dikatakan Kai saat disela perjalanannya kemarin. Ia bergerak cepat membuka pot mainan itu. mengambil salah satu kunci cadangan yang jumlahnya ada lumayan banyak.

“Kai-ah!!” teriaknya berlarian menuju semua ruangan di villa itu. Sementara Se Hun sibuk memandangi penjuru villa itu. Lu Han terus meneriakinya, hingga hasilnya nothing tanda-tanda Kai sudah pulang.

Lu Han menatap meja makan dan dapur diseberangnya, keadaannya masih sama seperti sebelum ia dan Kai meninggalkan villa ini untuk berjalan-jalan.

Lu Han yang hampir pingsan di lantai langsung ditolong Se Hun yang sigap berdiri disampingnya, lalu membantunya duduk dikursi meja makan itu.

“Seperti ini lagi…kenapa dia menghilang lagi. Dia meninggalkanku…”

“Lu Hannie, dia sudah tidak ada, sekarang ada aku.”

“Tapi dia ada disaat kau tidak ada Se Hun...”

Rasanya sedang ditampar cukup telak, Se Hun terdiam. Sesaat kemudian ia meraih Lu Han dalam pelukannya, “Mianhae Lu Hannie, lain kali itu tidak akan terjadi lagi. Aku akan selalu ada untukmu setiap saat, kapanpun itu…sampai waktu benar-benar berhenti.”

Tangisnya pecah, Lu Han membenamkan wajahnya tangisnya yang membasahi pipinya, memeluk Se Hun dengan eratnya, menumpahkan kesakitan yang menumpuk dihatinya

Saat yang lama telah pergi, ia didatangi oleh yang baru. Sebaliknya, saat yang baru telah pergi, yang lama telah kembali mendatanginya. Setragis itukah namja yang dicintainya bernasib begitu.

Se Hun dan Lu Han terperanjat kaget ketika suara lonceng di pintu depan menggelegarkan situasi mereka. Lu Han berlarian tergesa menuju pintu itu, berharap bahwa yang datang itu…

“Kai-ah!!” pekiknya begitu pintu itu dibukanya,

“Maaf mengganggu, ini aku Lu Han-shii…” kata tamu itu menyambut mereka di pagi yang masih gelap.

“Kyungsoo-shii…ada apa sepagi ini berkunjung. Apa ada barangmu yang tertinggal?”

Kyungsoo menggeleng pelan kepalanya yang menunduk, tanpa basa-basi lagi ia langsung memeluk Lu Han, “Terima kasih untuk waktumu Lu Han-shii… gamsahamnida…”

“N…Ne Kyungsoo-shii, untuk waktu apa?”

“Untuk waktumu bersama Kai yang paling indah dalam sejarah hidupnya sebelum berakhir…”

Lu Han menelan ludah susah payah, “Apa kau bilang????”

 *ÜHeart LonelyÞ*

“Kau jahat Kai…kau jahat. Beraninya kau menghilang lagi tanpa mengatakan padaku apa yang sebenarnya terjadi…hiks…teganya kau mengulangi kehilanganmu secara tiba-tiba…apalagi dengan cara seperti itu…kau tidak mengerti apa aku gila, kesepian saat kau menghilang begitu saja…”

Se Hun memeluk hangat bahu Lu Han, memberinya sedikit ketegaran atas ini.

“Benar dugaanku kan, kau menyimpan sesuatu dariku…menyangkalnya saat aku mengkhawatirkan kondisimu yang memucat…apa tidak ada cara lain selain menyembunyikannya ha? Harusnya kau bilang saja yang sebenarnya kalau kau sakit ini sejak lama…dengan begitu…kau tidak perlu mengorbankan fisikmu yang melemah…” suara Lu Han mulai bergetar saat angin yang semakin dingin itu menerpanya.

“Lu Hannie, jangan begitu…”

Lu Han menyeka air matanya, tetapi tetap saja pipinya tidak kunjung kering, “Baiklah, aku tidak akan menyalahkanmu lagi…aku akan tersenyum sesuai permintaanmu yang dulu, saat pertama kali kau memberikan kantong penghangat itu padaku…”

Langit yang awalnya akan disinari oleh matahari terbit perlahan berubah sedikit gelap kembali. Awan mendung itu datang menghiasi langit diatas mereka, memberi dukungan pilu atas kepergian yang mendalam bagi Lu Han.

“Terima kasih Kim Jong In-ah…terima kasih atas waktu mu yang berharga Kai…kau sudah mengisi hatiku yang kesepian, menyembuhkan beberapa luka dan sakit yang selalu menggodaku… terima kasih atas perlakuan hangatmu selama ini…terima kasih juga atas cinta dan hari-hari sepi yang kau isi dengan kemisteriusanmu…terima kasih Kim Jong-In…terima kasih…” ungkapnya tulus mengusap lembut pusara Kai.

Lu Han mendongak ke Se Hun, Se Hun membalasnya dengan senyuman tipis dan memeluknya sejenak. Lalu Lu Han memberi anggukan, saatnya ia merelakan pergi dari tempat itu.

“Se Hun…berjanjilah padaku kau tidak akan meninggalkanku lagi.” Pinta Lu Han disela-sela pelukannya lagi.

“Aku berjanji, meskipun kau yang memintaku pergi. Aku tetap bersamamu.” Se Hun memberikan kecupan dipuncak kepalanya, lalu memberi ciuman lembut dipipinya.

“Jangan lupa dengarkan benda pemberian Kyungsoo tadi.” Peringat Se Hun yang dibalas Lu Han dengan anggukkan paham.

.
.
“Iya…sudah jelas belum?Ehem…

Lu Han, aku tahu kau akan marah…cemberut… dan kesal atas kelakuan hilangnya aku untuk kesekian kalinya. Kau boleh tidak memaafkanku tapi…ku harap kau memaafkanku…Hehehe. Dengan begitu, kau mengerti apa terjadi sebenarnya dibalik sikapku itu.

Kau tahu, aku masih tegang, kagok ingin memangilmu enaknya seperti apa. beri pilihan, ku panggil Lu Han-shii, Lu Han-ah, atau eum…Lu Han chagi…hehe. Ya tuhan, hatiku terlalu berdebar menyebutkannya, apalagi ini langsung didengar olehmu.

Oh ya, aku bersyukur sekali pada Tuhan yang sangat baik padaku. Awalnya aku sering mengumpat padaNya, mendengus kesal sendiri kenapa Tuhan memberi kesakitan yang sulit aku hindari. Saat waktu terakhirku ditemani oleh Kyungsoo-ah.eee… aduh, maksudku Kyungsoo-hyung. Semua keluhan itu berangsur ku lupakan namun…

Belakangan tahun ini, tepatnya saat pertama kali aku melihatmu bersama mantanmu itu sedang berpacaran sambil makan ice cream duduk ditrotoar sekolah TK itu…sakit yang ku derita ini semakin mengganas hingga merubah sedikit demi sedikit hubungan manisku dengan Kyungsoo-hyung.

Engh,sudahlah hyung. Jangan membahas hubungan yang itu. nanti Kyungsoo yang sedang didepanku ini akan menjitakku terus menerus. Hahaha. Mmm, hyung. Aku senang, disaat terakhirku. Aku bisa meraihmu disaat yang tepat. Paling tidak, setelah ku baca pikiranmu yang kalut itu. aku  bisa membantu menyembuhkan luka-luka itu. tapi eits…jangan menyebutku main reader ne. aku bukan golongan seperti itu. semua dugaanku tentangmu saat kita bersama, itu semua benar karena main feelingku yang memberitahukannya.

Hyung, aku kasihan pada Kyungsoo. dari tadi dokter dan suster cantik disamping kami terus menyuruhnya mematikan rekaman ini. aku malas hyung menuruti mereka. Toh dengan cara apapun, penyakit ini tidak akan hilang bersarang di ulu hatiku. Tolong aku Lu Han-ah, hehe. Tolong pukul dokter dan suster evil ini. uuu…

Sampai kelewatan ya, aku belum menyebutkan kenapa aku sering menghilang saat kita tengah bertemu. Kasih tahu sekarang atau tahun depan ya. Aku gugup menjawabnya. Eumm…begini.

Aku ini sebenarnya orang pendiam, hanya kelihatannya saja ramai. Aku ini tidak mudah apalagi gamblang jika jatuh cinta pada seseorang. Saat aku melihatmu bersama kekasihmu di dekat TK itu, awal itulah Kai In Love muncul. Aku sering menghilang karena takut jika perasaan itu sepihak, apalagi mendapat penolakan. Yakinlah padaku bahwa setelah itu aku akan kau temukan tersangkut dibatuan tebing dihutan Seoul dengan keadaan mati.

Hyung, dokter ini mengancamku jika Kyungsoo tidak memaksaku menghentikan rekaman ini. dia akan membanting rekamanku dan menguburnya didekat rumahmu. Aish, sadisnya kan? Hmm…baiklah. Aku akan menuruti dokter ini.

Lu Han-ah, aku tahu kau masih mencintai mantanmu yang tampan itu. makanya terkadang aku menghilang, untuk memberimu kesempatan mengenang namja itu. tempatmu adalah bersamanya hyung. Aku tidak kenal pasti siapa namanya tapi. Hatiku berkekuatan yakin bahwa namja itu meninggalkanmu karena bimbang. Seiring berjalannya waktu, dia pasti akan khilaf dan memintamu kembali bersamanya.

Berbahagialah dengannya hyung. Aku tidak akan bisa menggantikan posisinya karena bagaimana pun. Ruang dan waktu mencintainya lebih lama daripada saat kau mulai mencintaiku. Jangan pernah memasang wajah sedih, pasang wajah aegyo saja. warnai harimu dengan senyuman. Senyuman itu bisa membuat mantan tampanmu itu semakin jatuh cinta padamu hyung…

Satu lagi, berjanjilah padanya atau sebaliknya. Berjanji bahwa kalian akan bersama dan menghapus cinta yang menjadi jeda diantara kisah kalian. Seperti kau menghapus aku, seperti dia menghapus namja itu. selamat menempuh hidup baru setelah aku pergi ya… aku akan semakin bangga jika kau menikah dengannya dan ehem…mendapat rekor pasangan teromantis dan terawet dinegara Korea.

Lu Han, selamat tinggal. Rekaman ini aku akhiri karena si dokterku sudah memberi peringatan yang ketiga. Awas jika hyung tidak menuruti pesan-pesan direkaman ini. Jinjja! Hehehe. Terima kasih sudah mendengarkan ocehanku yang terpanjang ini. jaga kesehatan, kalau kedinginan. Tinggal peluk saja mantan tampanmu itu.

Dari Kim Jong In aka Kai yang dibantu merekam oleh Kyungsoo. pay pay Lu Han…”

*END*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar